Mati-matian Selamatkan Garuda dari Utang Rp138 T
Sakit yang mendera maskapai nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sudah bukan kabar baru lagi. Awalnya, keuangan perusahaan yang terseok-seok disebabkan oleh salah urus manajemen sebelumnya yang terindikasi melakukan praktik mark-up penyewaan pesawat.
Menteri BUMN Erick Thohir sejak awal menjabat atau pada 2019 lalu sudah mulai bersih-bersih internal perusahaan usai skandal penyelundupan Brompton-Harley terkuak. Sayangnya, bersih-bersih internal saja belum mengatasi penyakit kronis Garuda.
Bagai jatuh tertimpa tangga, keadaan perusahaan pelat merah tersebut kian kritis akibat dampak pandemi covid-19 yang menekan pendapatan perusahaan habis-habisan.
Misalnya, penerbangan haji dan umrah yang selama ini menjadi salah satu pemasukan utama perusahaan tak lagi bisa diraup selama dua tahun terakhir akibat covid-19. Penerbangan di dalam negeri pun sepi penumpang akibat pengetatan mobilitas lewat kebijakan PSBB hingga PPKM.
Upaya penyehatan Garuda Indonesia sebetulnya sudah mulai digaungkan sejak 2020, namun hingga hari ini belum jelas keberhasilan upaya tersebut. Bahkan, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo blak-blakan menyebut kalau Garuda Indonesia sudah bangkrut secara teknis (technically bankrupt).
Pasalnya, utang perseroan sudah mencapai US$9,75 miliar atau setara Rp138,93 triliun (kurs Rp14.250 per dolar AS) sampai saat ini.
Tak hanya utang yang menumpuk, maskapai pelat merah itu juga tercatat punya ekuitas minus US$2,8 miliar atau Rp114 triliun. Bahkan, menurutnya, nilai ekuitas ini merupakan yang terburuk di jajaran BUMN, melebihi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Lihat Juga : |
"Sebenarnya dalam kondisi seperti ini, istilah perbankan sudah technically bankrupt, technically tapi legally belum," ungkap Tiko, sapaan akrabnya saat rapat bersama Komisi VI DPR di Gedung DPR/MPR, Selasa (9/11).
Tiko, akrab sapaannya, membeberkan beberapa opsi penyelamatan Garuda Indonesia dari negosiasi dengan seluruh kreditur, restrukturisasi lewat jalur pengadilan di Inggris, menerbitkan obligasi tanpa kupon, hingga meminta bantuan pemerintah lewat kemudahan pencairan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) senilai Rp7,5 triliun.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai Garuda tidak mungkin bisa sembuh dengan kekuatannya sendiri alias harus ada peran dukungan keuangan dari negara dalam menyelesaikan masalah yang mendera perusahaan.
Menurut dia, sah-sah saja pemerintah menggelontorkan bantuan dalam bentuk pinjaman obligasi wajib konversi (OWK). Toh, berbagai maskapai dunia lainnya juga mendapat uluran tangan pemerintahnya agar selamat dari gelombang covid-19.
Lihat Juga : |
Dalam hal ini, Toto mengatakan Kementerian Keuangan mesti segera mencairkan sisa PEN tahun lalu yang belum diberikan atau OWK senilai Rp7,5 triliun.
Memang OWK belum bisa dicairkan karena Garuda belum mampu memenuhi kriteria pencairan pinjaman. Namun, ia menilai penting adanya sinyal positif dari pemerintah untuk menyelamatkan Garuda guna memperlancar opsi lainnya, yaitu meyakinkan kreditur akan keberlangsungan Garuda ke depannya.
Toto mengatakan kunci penyelamatan ada di negosiasi dengan kreditur dan lessor, pasalnya bila negosiasi berhasil dilakukan maka utang Garuda bakal turun drastis mencapai 70-85 persen tinggal US$2,6 miliar atau Rp37,05 triliun.
"Kalau langkah itu dikerjakan Garuda masih punya kesempatan untuk survive (selamat)," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/11).
Toto mengatakan Kementerian BUMN harus 'mati-matian' dalam menyelamatkan Garuda karena bakal repot urusannya kalau skenario terburuk terjadi alias Garuda bangkrut. Pasalnya, maskapai pelat merah tersebut selama ini juga mengemban penugasan.
Jika Garuda pailit, Toto menilai bakal terjadi masalah konektivitas di RI karena selama ini Garuda Group selalu mengerjakan penerbangan perintis di rute atau bandara baru yang tak menguntungkan.
Ia menyebut rute-rute sepi tersebut juga membebani keuangan perusahaan, namun sebagai BUMN Garuda Indonesia dan Citilink mesti tetap terbang ke destinasi tersebut.
"Kalau sampai pailit banyak hal yang selama ini dikerjakan Garuda akan 'hilang'," imbuhnya.