Ekspor berbagai produk olahan asal Indonesia ke Afghanistan turun drastis. Penurunan ekspor terjadi di tengah krisis ekonomi yang melanda negara yang dikuasai Taliban itu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan terjadi penurunan ekspor ke Afghanistan sebesar 7 persen secara tahunan atau dari US$1,68 juta menjadi US$1,56 juta.
Pada Oktober 2021, penurunan ekspor semakin dalam hingga 74 persen atau dari US$2,26 juta menjadi US$587.522.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Anjloknya ekspor ke Afghanistan kontras dengan pencapaian total ekspor RI pada September dan Oktober yang melesat 47 persen dan 53 persen.
Penurunan drastis ekspor mayoritas disumbang oleh absennya ekspor beberapa barang yang tak mendesak ke Afghanistan pada dua bulan tersebut.
Contohnya minyak atsiri, kosmetik wangi-wangian, plastik, piranti lunak, filamen buatan, kaca dan barang kaca, hingga sabun dan preparat pembersih. Kemudian, kopi, teh, rempah-rempah, makanan olahan, dan barang digital juga nihil ekspor.
Di sisi lain, produk industri farmasi tercatat menurun 50,3 persen dari US$360.240 menjadi US$179.048 pada September. Sedangkan, Oktober tercatat tidak ada ekspor farmasi ke Afghanistan.
Lalu, untuk barang buatan pabrik turun drastis dari US$10.400 pada Oktober 2020 menjadi US$3.750 pada Oktober 2021. Sedangkan pada September tercatat tak ada ekspor.
Sementara, kenaikan nyaris dua kali lipat terlihat pada produk buah-buahan dari US$589.570 pada September 2021 menjadi US$1,17 juta pada 2021. Sedangkan untuk Oktober kenaikan tercatat tiga kali lipat atau dari US$116.986 menjadi US$357.782.
Selain buah, ekspor mesin atau peralatan listrik juga melonjak 52,9 persen atau dari US$147.793 menjadi US$225.990 dengan perbandingan September 2020 dan Oktober 2021.
Usai terjadi peralihan kekuasaan dari Pemerintah Afghanistan kepada Taliban, berbagai peringatan dikeluarkan oleh lembaga internasional.
Sejumlah lembaga khawatir ekonomi Afghanistan bakal runtuh karena disetopnya bantuan internasional dan pembekuan aset Afghanistan di luar negeri.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) misalnya menyebut sistem keuangan di Afghanistan bisa mengalami kejatuhan. Peringatan mereka sampaikan dalam laporan tiga halaman tentang perbankan dan sistem keuangan Afghanistan merujuk pada rasio kredit macet yang sudah meningkat 57 persen sampai dengan September kemarin.
Karena masalah itu, mereka menyebut bank di Afghanistan bakal gagal bayar uang nasabah mereka.
Untuk mencegah terjadinya masalah itu, PBB mendesak sejumlah kalangan agar segera diambil tindakan guna mengantisipasi krisis likuiditas tunai yang dapat menyebabkan runtuhnya sistem keuangan Afghanistan dalam beberapa bulan.