ANALISIS

Membaca Maksud Erick Thohir Ganti Dirut PLN

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 07 Des 2021 07:04 WIB
Pengamat menilai ada sejumlah motif Menteri BUMN Erick Thohir mengganti direktur utama PLN dari Zulkifli Zaini ke Darmawan Prasodjo. Berikut rinciannya.
Pengamat menilai ada sejumlah motif Menteri BUMN Erick Thohir mengganti direktur utama PLN dari Zulkifli Zaini ke Darmawan Prasodjo. (CNBC Indonesia TV).

Motif Politik

Hal ini kemudian menimbulkan berbagai spekulasi di publik mengenai apa sebenarnya alasan Erick mengganti pucuk pimpinan BUMN energi tersebut? Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Nusron Wahid menilai pergantian Zulkifli ke Darmawan sebenarnya wajar saja dan tentu demi masa depan perusahaan yang lebih baik ke depan.

Menurutnya, Darmawan punya kelebihan dari segi pemahaman di bidang energi hingga politik. Berdasarkan latar belakangnya, Darmawan memang memiliki portofolio karir sebagai ekonom energi selama puluhan tahun. Sementara di bidang politik, ia merupakan kader PDI Perjuangan, meski tak jadi pengurus.

"Ini figur yang langka di dalam PLN. Ini bagus. Sebab, bisnis energi sangat terkait dengan politik," kata Nusron kepada CNNIndonesia.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasan politik ini juga yang terbaca oleh Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah. Menurutnya, Erick memberikan jabatan bos PLN kepada Darmawan demi 'sowan' ke PDIP jelang pemilihan presiden (pilpres) 2024. Pasalnya, Erick digadang-gadang bakal terjun ke pesta demokrasi terbesar di Indonesia itu.

"Yang menonjol justru politiknya ya karena Pak Darmawan ini kader partai, caleg gagal dulunya, mungkin ini sebagai bentuk bargaining Pak Erick untuk cari dukungan partai di 2024, kan dia tidak ada partai. Tapi menempatkan kader jadi direksi kan boleh selama bukan pengurus," tutur Trubus.

Kendati demikian, Trubus tak dapat menilai lebih lanjut seberapa penting 'manfaat' memberi jabatan direksi BUMN kepada kader partai bagi perjalanan politik Erick ke depan. Yang pasti, menurutnya, spekulasi politik ini sangat kental.

"Saya melihatnya Pak Darmo ini punya akses ke Megawati (Ketua Umum PDIP). Tentu tidak ada makan siang gratis, sehingga kader ini bukan orang biasa," imbuhnya.

Selain soal politik, Trubus juga menilai ada spekulasi mengenai sikap Zulkifli yang mungkin belum sejalan dengan pemerintah. Salah satunya, dalam menjalankan kontrak-kontrak bisnis bagi PLN.

Menurutnya, di satu sisi pasti pemerintah ingin PLN mandiri tanpa bantuan APBN, namun belum bisa. Di sisi lain, pemerintah tetap membebani perusahaan dengan berbagai penugasan.

Trubus mengatakan spekulasi ini muncul dari ribut-ribut yang sempat muncul ke publik akibat 'ocehan' Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada beberapa waktu lalu.


"Mungkin seperti yang disampaikan Pak Ahok ini ada benarnya, ada kontrak binis yang merugikan BUMN, tidak sesuai," terangnya.

Namun, ia tidak tahu pasti apakah hal ini pantas membuat Zulkifli digeser atau tidak. "Tapi menurut penilaian saya, Pak Zulkifli ini sebenarnya cukup baik dari sisi kinerja dan pelayanan, artinya dia punya prestasi, tapi mungkin secara politik tidak menguntungkan, jadi dia digeser," jelasnya.

Sementara, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara memberi spekulasi berbeda, meski salah satunya soal kepentingan politik dianggapnya bisa saja ada benarnya.

"Iya memang banyak spekulasinya, dan bisa saya (soal politik) ini jadi alasan pergantian, karena memang menunculkan banyak spekulasi yang membuat beliau diganti," ucap Marwan.

Motif Bisnis

Tapi, di luar politik, Marwan menilai setidaknya mungkin ada tiga alasan bisnis yang membuat Erick mengganti Zulkifli. Ketiga alasan itu antara lain, sikap PLN di era Zulkifli yang tak serta merta menerima rencana pembangunan PLTS atap, penetapan tarif listrik EBT, dan terminasi PLTU yang lebih cepat melalui berbagai skema.

"Saya setuju PLN tidak menerima begitu saja perubahan dari regulator, dari penguasa, karena di satu sisi reserve margin memang masih tinggi. Sedangkan terminasi dini, ada dampak biaya yang tanggungannya bisa ke pemerintah lewat APBN atau lewat kenaikan tarif listrik ke pelanggan, ini tentu memberatkan," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah ingin memaksakan berbagai hal ini ke PLN karena ingin mendulang aliran investasi yang tinggi dari investor. Selain itu, hal ini demi memuluskan komitmen pemerintah yang terlanjur disampaikan kepada dunia mengenai transisi energi.

Padahal, hal ini memang tidak mudah di saat Indonesia punya kelebihan pasokan listrik dan bahkan masih membangun PLTU sampai beberapa tahun ke depan.

"Jadi kalau dirut siapanya kurang bersahabat dengan investor EBT, itu berisiko, meski sejauh ini masih bagus untuk APBN dan pelanggan. Tapi penguasa mengatasnamakan investasi dan transisi energi lalu memaksakan kehendak ke PLN yang tidak bisa menerima begitu saja karena berdampak ke tarif listrik," terangnya.

Hanya saja, Marwan mengatakan jawaban pasti mengenai alasan pergantian tetap ada di pemerintah selaku pemegang saham PLN. Sementara direksi BUMN meski dirut sekali pun memang tetap anak buah yang dianggap bisa diganti kapan saja.

"Mungkin Pak Zulkifli dianggap sudah tidak bisa diajak kompromi. Tinggal sejauh mana pemerintah mau melihat masalah dengan bijak dan menempatkan direksi sesuai kemampuan," pungkasnya.



(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER