Mayoritas Senator AS menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang melarang impor dari Xinjiang, China. Terkecuali, untuk bisnis yang dapat membuktikan barang produksi mereka dikerjakan tanpa kerja paksa (forced labour).
Seperti di DPR awal pekan ini, larangan impor menyapu Senat AS dengan persetujuan luar biasa dari Demokrat dan Republik.
Tindakan ini merupakan langkah teranyar dari serangkaian hukuman AS yang semakin intensif atas dugaan pelanggaran etnis dan agama minoritas di wilayah barat China, terutama terhadap jutaan Muslim Uyghur di Xinjiang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintahan Biden pada Kamis (16/12) juga mengumumkan sanksi baru yang menargetkan beberapa perusahaan biotek dan pengawasan China, serta entitas pemerintah.
Pemungutan suara Senat akan diteruskan kepada Presiden Biden menjadi RUU. Sekretaris Pers AS Jen Psaki mengatakan bahwa Biden juga mendukung tindakan itu, setelah berbulan-bulan Gedung Putih menolak untuk mengambil sikap pada versi undang-undang sebelumnya.
AS mengatakan China melakukan genosida dalam perlakuannya terhadap Uyghur, termasuk laporan yang tersebar luas oleh kelompok-kelompok hak asasi dan jurnalis tentang sterilisasi paksa dan kamp-kamp penahanan besar di mana orang Uyghur diduga dipaksa bekerja di pabrik.
Namun, China menyangkal pelanggaran tersebut. Pemerintahan Xi Jinping menyebut langkah yang diambil perlu untuk memerangi terorisme dan gerakan separatis.
Xinjiang merupakan wilayah pertambangan yang kaya sumber daya, penting untuk produksi pertanian, terutama kapas dan tomat, dan rumah bagi sektor industri yang berkembang pesat.
"AS sangat bergantung pada China sehingga kami telah menutup mata terhadap tenaga kerja budak yang membuat pakaian kami, panel surya kami, dan banyak lagi," terang Senator Marco Rubio, dikutip dari AP pada Jumat (17/12).
Dalam pernyataannya Selasa malam, Psaki mengatakan kontrol impor, sanksi, inisiatif diplomatik, dan langkah-langkah lain yang telah diambil Pemerintahan Biden berfokus pada kerja paksa dari Xinjiang.
"Kami setuju dengan Kongres bahwa tindakan harus diambil untuk meminta pertanggungjawaban China atas genosida dan pelanggaran HAM dan untuk mengatasi kerja paksa di Xinjiang," imbuh Psaki.
Hingga berita diturunkan, Kedutaan Besar China di Washington tidak memberi respons terhadap pemberitaan ini.