Paylater dan Kecenderungan Gaya Hidup Boros

CNN Indonesia
Jumat, 24 Des 2021 10:50 WIB
Beberapa orang mengatakan menjadi lebih boros ketika menggunakan layanan paylater. Berikut cerita mereka.
Beberapa orang mengatakan menjadi lebih boros ketika menggunakan layanan paylater. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Lissette Monzon seorangan guru Bahasa Inggris sekolah menengah di Florida, AS masih merasa sedikit bersalah atas pembelian 'gila' yang dia lakukan dengan paylater tiga tahun lalu. Saat itu ia membeli sepasang sepatu bot Valentino seharga US$700 atau setara Rp9,95 juta (kurs Rp14,225 per dolar).

"Itu uang yang banyak bagi saya, dan saya melunasinya sedikit demi sedikit," katanya seperti dikutip dari CNN Business, Rabu (22/12).

Monzon membayar menggunakan layanan paylater Klarna. Meskipun Monzon tidak kesulitan melunasinya dengan enam kali pembayaran, namun ia juga mengaku pengeluarannya tidak sesuai dengan kapasitasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku sebelumnya tidak pernah menghabiskan uang US$700 hanya untuk membeli sepatu bot. Setelah melakukan pembelian tersebut ia tidak bisa tidur dan terus menyesalinya.

Paylater sendiri merupakan fasilitas keuangan yang mirip dengan fasilitas utang kartu kredit. Dengan paylater, pengguna bisa menunda pembayaran atas produk/jasa yang dibelinya, untuk dilunasi saat jatuh tempo.

Meski dianggap sebagai alternatif kartu kredit yang lebih aman dan mudah diakses, konsumen berpendapat bahwa layanan tersebut dapat mendorong orang untuk membelanjakan lebih dari yang mereka mampu.

Di AS sendiri layanan ini sedang populer. Penyedia layanan paylater, Klarna menggandakan basis pelanggan AS menjadi 20 juta antara Juni 2020 dan Agustus 2021. Sementara jumlah pengguna mereka di Inggris telah meningkat 36 persen sejak Oktober 2020.

Saat ini perusahaan asal Swedia itu telah memiliki lebih dari 90 juta pengguna aktif di 20 negara.

Sementara, penyedia layanan paylater asal AS, Affirm memiliki jumlah pengguna yang tidak kalah banyak. perusahaan ini juga telah bermitra dengan Amazon sejak Agustus lalu sehingga pelanggan di AS dapat mencicil pembelian di atas US$50 atau sekitar Rp711,55 ribu.

Perusahaan AS lainnya, Square, tidak kalah sukses, mereka telah membeli perusahaan Australia Afterpay seharga US$29 miliar atau sekitar Rp412,74 triliun pada musim panas ini. Akuisisi tersebut merupakan yang terbesar.

Banyak konsumen yang beralih menggunakan paylater sebagai opsi untuk membiayai kebutuhan sekunder. Menurut penelitian dari perusahaan perangkat lunak Salesforce, selama Cyber Week (23 November-29 November) penggunaan paylater melonjak 29 persen secara global dari tahun lalu. PayPal mengatakan volume transaksi melalui layanan "Buy in 4" naik 400 persen pada Black Friday dibandingkan pada 2020.

Menjadi lebih boros

Joshua Bivugire (22) seorang pekerja toko teknologi di Auckland, Selandia Baru, mengatakan pengeluarannya untuk paylater tidak terkendali pada Natal lalu, meskipun ia selalu membayar cicilan tepat waktu.

"Jika saya melewati batas saya atau saya memiliki pembayaran lain, saya akan menggunakan aplikasi lain dan kemudian menggunakan aplikasi lain lagi sampai pada titik di mana saya menggunakan tiga aplikasi ketika saya hanya ingin membeli sebuah jaket saja," ujarnya.

Bivugire menggunakan aplikasi penyedia layanan paylater Afterpay, Humm, dan Zip setelah ia kehilangan pekerjaanya. Ia telah membeli banyak peralatan seperti mikrofon, komputer dan lampus studio dengan harga sekitar US$2.026 atau sekitar Rp28,84 juta, dan ia belum melunasinya.

Afterpay menawarkan hadiah kepada pelanggan yang secara konsisten membayar tepat waktu dan, karena Bivugire selalu melakukannya, ia terkadang diberikan cicilan pertamanya secara gratis.

"Melihat US$0 di muka. Itu membuat saya ingin menghabiskan lebih banyak," katanya.

Pembatasan transaksi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER