Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pemerintah sebenarnya sudah belajar soal cara mengelola utang pada masa pandemi pada tahun ini dari tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari kebijakan pemerintah yang tidak buru-buru menarik utang di awal (front loading).
"Mungkin sudah ada koordinasi yang lebih baik antara Ditjen Pengelola Pembiayaan dan Risiko dengan Ditjen Anggaran, jadi waktu dan mekanisme penarikannya lebih baik, sehingga realisasi pembiayaan tidak banyak, bahkan bisa dihemat," tutur Tauhid.
Namun, lagi-lagi, hal ini bukan tanpa dampak. Sebab, Tauhid melihat pemerintah sebenarnya sempat 'kalang kabut' memenuhi kebutuhan anggaran saat ingin menambah dana PEN. Khususnya, ketika covid-19 varian delta menyebar secara tinggi di Indonesia dan membuat tagihan pasien melonjak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menimbulkan korban, di mana banyak kementerian/lembaga yang kemudian diminta refocusing demi PEN. Tapi ternyata, sekarang realisasi PEN masih minim, kasihan k/l yang butuh dana. Ini jadi dua-duanya tidak maksimal, PEN tidak terserap, k/l mesti tunda program," jelasnya.
Atas hal ini, Tauhid memberi beberapa masukan kepada pemerintah untuk pengelolaan utang pada APBN 2022. Pertama, pemerintah perlu mengevaluasi penarikan utang yang telah dilakukan pada 2020-2021.
Seberapa besar dampaknya pada pertambahan utang pokok dan beban bunga. "Jangan sampai bunganya di atas 30-40 persen dari pembiayaan pokok utang. Karena kalau terlalu besar, kita terlalu berat untuk lunasi bunganya," ucapnya.
Kedua, pertimbangkan penarikan utang dengan berbagai kondisi ekonomi di global dan domestik. Salah satunya rencana normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve, yang berpotensi membuat aliran modal asing di dalam negeri 'pulang kampung' ke negeri Paman Sam.
"Karena ini akan mendorong kenaikan suku bunga, sehingga berpengaruh pada cost utang di 2022," imbuhnya.
Ketiga, gunakan utang dengan efektif. Jangan sampai utang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan belanja pegawai misalnya daripada belanja modal.