Bila melihat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022 yang diterbitkan pada 9 September 2021 lalu, dijelaskan kalau pemerintah menyiapkan dana senilai Rp510,79 miliar di APBN 2022 untuk pembangunan IKN.
Dalam aturan tersebut, pemberian dana ke pembangunan IKN dilakukan dalam rangka mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf R Manilet mengkritisi rencana pengunaan dana PEN usulan Sri Mulyani. Pasalnya, ide tersebut sebetulnya menyalahi aturan dan tujuan dari terbentuknya PEN yang diperuntukkan meringankan dampak ekonomi akibat pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya PEN tidak seharusnya diarahkan ke sana untuk pembangunan IKN karena isu IKN ini kita ketahui sebelum terjadinya pandemi covid-19," ujarnya.
Ia juga menyoroti soal diskusi yang berkembang saat ini yang berbeda dengan janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya yang kala itu menyebut APBN tak akan menjadi tulang punggung pembiayaan. Tapi, akhir-akhir ini Yusuf menilai wacana yang disampaikan mengindikasikan APBN malah akan menjadi sumber pembiayaan utama IKN.
Melihat itu, ia pun mempertanyakan ke mana alternatif pembiayaan lainnya yang sempat digembar-gemborkan pemerintah, seperti investor asing yang diklaim berminat masuk ke IKN.
Dalam setahun terakhir, pemerintah mengklaim ada beberapa investor luar yang melirik IKN, salah satunya Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) yang digadang menyiapkan investasi senilai US$10 miliar atau setara sekitar Rp142,8 triliun.
Namun, akhir-akhir ini senyap kabar dari pemerintah akan realisasi komitmen investasi di IKN. Oleh karena itu, Yusuf menyebut pemerintah harus segera menjawab keraguan publik bahwa proyek raksasa tersebut sepi peminat sekaligus menepis anggapan bahwa Ani harus 'jungkir balik' mencari pembiayaan hingga mencetuskan memakai dana PEN.
Yusuf melihat wajar kalau publik menilai proyek IKN tidak atau belum diminati investor asing karena panjangnya jangka investasi dan return yang bakal didapat di tengah bayang-bayang pandemi covid-19 di mana prioritas investor pun sudah berubah
"Wajar saja kalau muncul semacam keraguan apakah beberapa investor tetap mau masuk, makanya saya singgung ini yang harus dijawab karena sekarang diskusi jadi melebar ke mana-mana," terangnya.
Selain mengharapkan investor luar, Yusuf menilai pemerintah juga harus mengajak pihak swasta untuk masuk dalam skema KPBU. Namun, ia mencatatkan pemerintah harus bisa membuat kerja sama menjadi menarik karena selama ini masalah kejelasan bagi hasil masih jadi momok dari kerja sama pemerintah-swasta.
Lihat Juga : |
Melihat peliknya masalah sumber pendanaan, Yusuf menyarankan pemerintah untuk memetakan dan memitigasi jika memang ada pendanaan fantastis yang bisa dikucurkan tanpa harus membebani keuangan negara.
Toh, tidak banyak juga pembiayaan yang bisa dibebankan ke APBN karena pengetatan defisit yang dilakukan pemerintah di kisaran 3 persen pada 2023 dan seterusnya.
Jika memang minim pembiayaan dalam waktu dekat, ia menilai Jokowi mesti legowo untuk tak menguber pembangunan demi peresmian pada 2024 sebelum ia turun dari jabatan.
"Kalau seandainya di saat melakukan mitigasi ternyata banyak tantangan, ya mendingan ditunda sampai ada kepastian sumber pembiayaan jadi menurut saya jgn terlalu dipaksakan target 2024 harus dipindahkan," kata dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengaku tak heran kalau investasi di IKN tak laku melihat jor-jorannya pemerintah membangun di Pulau Jawa, mulai dari kereta cepat Jakarta Bandung, berbagai kawasan industri baru di Pulau Jawa, hingga MRT/LRT.
Tentu, kata dia, investasi di Pulau Jawa lebih seksi karena memilih penduduk atau pasar yang besar dan infrastruktur penopang pun sudah memadai. Ia menilai sulit bagi pemerintah memenuhi kriteria investor untuk meningkatkan jumlah penduduk, kalau pun mengirim PNS, populasinya menjadi kurang menarik secara bisnis dibandingkan non-ASN.
"Kalau pun investor tertarik masuk, mereka akan masuk lewat pembelian surat utang pemerintah atau pun surat utang BUMN dibandingkan masuk berinvestasi secara langsung karena risikonya relatif besar," beber dia.
Bhima menilai belum terlambat bagi pemerintah untuk menunda pembangunan IKN walau uu sudah disahkan. Toh, proyek belum sampai pada tahap pembebasan lahan.
Ia juga menyebut pemerintah tak perlu takut kehilangan muka jika harus menunda proyek. Pasalnya, Malaysia juga sempat membatalkan proyek raksasa kereta cepat Malaysia-Singapura yang malah mendapat respons positif karena mengurangi beban negara.
Walau soal pendanaan masuk dalam lingkup kerja Menteri Keuangan, ia melihat kendali tidak dipegang Sri Mulyani, melainkan Jokowi. Karena itu, Bhima menyarankan Bendahara Negara agar menjelaskan skenario terburuk kepada Presiden agar muncul sense of crisis dari kepala negara.
Jika Jokowi ngotot melanjutkan proyek IKN, Bhima memproyeksikan bakal ada dua skenario. Pertama, RI masuk dalam jebakan utang karena beban belanja tidak sesuai dengan pendapatan. Kedua, beban akan dilimpahkan ke masyarakat dan dunia usaha dengan menaikkan beban pajak.
"Kalau pun sudah diketok uu maka masih ada waktu dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk merevisi pelaksanaan IKN," ujar dia.
Menanggapi itu, Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi mengklaim pembicaraan investasi IKN masih berlanjut dengan UAE. Selain UEA pun, sambung dia, ada beberapa investor yang tertarik. Namun, dia masih enggan mengungkap siapa saja investor yang dimaksudnya dan berapa nilai investasi tersebut.
"Masih berlanjut kok pembicaraannya dengan pihak UAE, banyak global investors yg tertarik. Saya belum bisa disclose pembahasan yang masih berlangsung," pungkas Jodi.