Helmy memastikan stok minyak goreng terbilang aman. Hal ini karena pemerintah sudah menerapkan kebijakan terkait kewajiban pasokan minyak goreng dan minyak sawit mentah untuk kepentingan dalam negeri atau domestic market obligation/DMO).
"Stok nasional minyak goreng sangat aman karena sudah ada kebijakan DMO sebesar 20 persen bagi pelaku usaha sebelum mendapatkan persetujuan ekspor," kata Helmy.
Untuk menstabilkan harga, pemerintah juga telah memberlakukan domestic price obligation (DPO) untuk CPO. Dengan demikian, harga CPO untuk kebutuhan domestik lebih murah dibandingkan internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengingatkan pemerintah untuk melakukan investigasi terkait kelangkaan minyak goreng setelah harga turun menjadi Rp14 ribu per liter. Sebab, ia ragu pasokan minim karena dipengaruhi produksi.
"Produksi CPO dari pengamatan saya tidak masalah, kalau dilihat dari ekspor juga tidak ada kenaikan signifikan meski harga naik. Artinya barang itu (CPO) ada di dalam negeri," tutur Tauhid.
Berdasarkan catatan Tauhid, rata-rata produksi CPO sekitar 53 juta ton per tahun di RI. Dari total tersebut, 33 juta-34 juta ton CPO diekspor, 7 juta-8 juta ton CPO untuk kebutuhan biodiesel, dan 11 juta ton untuk industri di dalam negeri termasuk minyak goreng.
"Dua tahun selama covid-19 tidak ada pergerakan ekspor istimewa, artinya CPO normal diproduksi segitu," imbuh Tauhid.
Namun, pemerintah harus memeriksa CPO itu mengalir ke industri mana saja. Apakah ke produsen minyak goreng atau ke sektor lain.
"Artinya kalau memang dari CPO tidak ada masalah, tapi ke industrinya ada masalah, apakah barang itu (CPO) mereka (produsen minyak goreng) beli atau tidak," papar Tauhid.
Ia mengatakan penyelidikan juga dapat dilakukan oleh KPPU. Pasalnya, mulai dari ritel hingga produsen minyak goreng berpotensi melakukan penyelewengan di balik kelangkaan minyak goreng murah.
"Dugaan kelangkaan minyak goreng ini kan rantai pasok bukan hanya satu dua pihak. Ada potensi di masing-masing pihak, sehingga barang hilang," ucap Tauhid.
Tauhid tak berniat menuduh salah satu pihak. Namun, pemerintah harus melakukan investigasi agar sumber masalah kelangkaan minyak goreng menjadi terang benderang.
"Tidak menuduh masing-masing pihak. Tapi kenapa barang itu hilang, lakukan investigasi," ujarnya.
Dari sisi ritel, Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) Solihin mengklaim jumlah stok di gudang Alfamart dan Alfamidi sudah meningkat dari sekitar 200 ribu liter menjadi 900 ribu liter. Meski begitu, jumlahnya masih di bawah kebutuhan masyarakat yang mencapai 3 juta liter.
"Saat ini ada perbaikan dari 200 ribu liter sekarang 900 ribu ritel. Kalau ditanya butuh, kami butuh 3 juta liter sekali kirim paling tidak," ungkap Solihin.
Ia mengatakan pasokan minyak goreng di gudang milik Alfamart dan Alfamidi meningkat setelah pihak Kementerian Perdagangan menegur distributor atau produsen.
"Sejak menteri (perdagangan) mungkin memberi teguran kepada para distributor, produsen, ada penambahan suplai," ujar Solihin.
Menurut Solihin, perusahaan biasanya langsung memasok seluruh gerai yang membutuhkan stok minyak goreng. Jika pasokan di gudang habis, maka perusahaan akan otomatis melakukan PO terhadap produsen.
"Kalau (stok di gudang) mendekati jumlah tertentu kami order otomatis," imbuh Solihin.
Namun, ia menilai kebiasaan masyarakat yang langsung memborong minyak goreng membuat pasokan langsung ludes seketika. Padahal, masyarakat dapat membeli minyak goreng sesuai kebutuhan rumah tangga.
"Kalau sekarang masyarakat cara belinya seperti ini, mau stok berapa pun akan habis. Tapi kalau masyarakat hanya beli untuk kebutuhan rumah, rasanya tidak akan sampai kosong seperti ini, karena sekarang barang datang berapa jam sudah habis," jelas Solihin.
Solihin berharap distribusi pasokan minyak goreng bisa lebih baik ke depannya. Ia menampik kekosongan stok minyak goreng di ritel modern karena ada indikasi penimbunan.
"Tidak lah, berpikiran seperti itu saja tidak," tegas Solihin.
Sementara, Marketing Director PT Indomarco Prismatama (Indomaret) Darmawie Alie mengatakan pihaknya membutuhkan peran pemasok untuk menyediakan minyak goreng Rp14 ribu per liter.
"Untuk mengisi kekosongan perlu di-support suplai dari pemasok," ucap Darmawie.
Untuk satu kali PO, sambung dia, biasanya akan berisi 1.000-2.000 karton. Satu karton berisi enam kemasan minyak goreng ukuran 2 liter.
Jika sekali PO berisi 1.000-2.000 karton, maka seharusnya barang yang datang mencapai 6.000 sampai 12 ribu kemasan minyak goreng berukuran 2 liter.
Namun, itu semua tetap akan bergantung dengan jumlah stok yang dimiliki oleh pemasok.
"(Satu kali PO) tergantung dari jumlah yang dipunyai pemasok. Kalau satu kali PO bisa 1.000-2.000 karton," jelas Darmawie.