Laporan terbaru International Institute for Sustainable Development (IISD) mengungkap Indonesia hanya menggelontorkan investasi US$1,51 miliar atau sekitar Rp21,69 triliun (kurs Rp14.365 per dolar) bagi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) pada 2021.
Angka tersebut hanya 20 persen dari investasi yang dibutuhkan setiap tahun dari 2021-2025 untuk mencapai target bauran energi hijau sebesar 23 persen.
Oleh karena itu, pakar IISD mendesak Indonesia untuk lebih mempermudah mobilisasi investasi swasta dalam pengembangan EBT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Kementerian ESDM memproyeksikan untuk mencapai bauran energi hijau sebesar 23 persen di 2025, RI membutuhkan dana sebesar US$37 miliar.
Artinya, Indonesia perlu berinvestasi lebih dari US$8 miliar setiap tahun. Namun, pemerintah saat ini hanya menargetkan investasi tahunan rata-rata US$2,1 miliar.
"Indonesia harus bertindak sekarang untuk mendorong investasi swasta dan membalikkan tren saat ini, terutama karena mendukung pengembangan EBT dapat secara signifikan berkontribusi pada pemulihan pasca covid-19 dan transisi energi hijau," ungkap Penulis Utama Laporan IISD Theresia Betty Sumarno melalui keterangan resmi, Jumat (25/2).
Menurutnya untuk memobilisasi investasi swasta dalam energi hijau, Indonesia harus meningkatkan kejelasan arus keuangan saat ini dan alokasi pembiayaan publik untuk proyek-proyek EBT. Hal tersebut dilakukan guna meningkatkan kepercayaan investor swasta serta penyandang dana internasional.
Pemerintah dapat secara efektif memanfaatkan pendanaan publik nasional dan internasional di sektor energi melalui lembaga pendanaan publik, seperti PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), termasuk PT Indonesia Infrastructure Finance (PT IIF).
Sumarno mengatakan penggunaan lembaga-lembaga tersebut harus lebih dioptimalkan guna mempercepat pengembangan EBT Indonesia.
Lebih lanjut, laporan IISD juga menyoroti terkait peran yang bisa dimainkan oleh perusahaan energi milik negara, seperti PLN dan Pertamina. Laporan menerangkan perusahaan energi tersebut harus lebih erat menyelaraskan strategi mereka agar target nol emisi bisa terwujud.
Para ahli menegaskan bahwa Indonesia harus memprioritaskan investasi di sektor energi tenaga surya dan angin. Sebab, saat ini sektor tersebut hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas dan investasi energi terbarukan.