Menelusuri ke Mana Lari Minyak Goreng

CNN Indonesia
Kamis, 10 Mar 2022 07:20 WIB
Stok minyak goreng di banyak wilayah Indonesia kosong, padahal Kemendag mengklaim pasokan melimpah melebihi kebutuhan. Kemana sebenarnya larinya minyak goreng?
Sudah beberapa bulan belakangan ini harga minyak goreng tinggi dan pasokan langka . Padahal pemerintah sudah mengeluarkan banyak jurus untuk mengatasinya. Ilustrasi antrean ibu-ibu mengejar minyak goreng. (Antara Foto/ARIF FIRMANSYAH).

Ekonom Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan ada kontradiksi antara klaim pasokan CPO di hulu aman dengan kelangkaan minyak goreng. Artinya ada masalah serius dalam tata kelola migor ini.

Menurutnya, untuk mengungkap masalah itu, pemerintah bisa memeriksa pasokan CPO di produsen berapa, kemudian berapa yang diproses menjadi minyak goreng dan dicocokkan dengan data penjualan minyak goreng seluruh produsen.

"Masalahnya di bagian CPO itu rentan permainan untuk lobi keringanan DMO. Alhasil masalah pasokan masih terjadi," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bhima mengatakan dengan kondisi tersebut pastinya kebijakan HET pun tidak bisa terealisasi dengan benar. Belum lagi saat ini pedagang masih ada yang menyimpan stok minyak goreng sebelum adanya kebijakan HET. Seharusnya, minyak goreng tersebut dibeli dulu oleh Bulog kemudian baru disalurkan dengan ketentuan HET.

"Kalau masih ada dua jenis stok minyak goreng pra dan pasca revisi HET di pasaran, maka sulit ya harga di konsumen bisa stabil," ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan subsidi Rp7,6 triliun untuk minyak goreng harga Rp14 ribu per liter yang berasal dari anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menurutnya, harus ada evaluasi total kenapa dengan subsidi itu, minyak goreng bisa langka di pasar. Apakah alokasinya tidak cukup atau terjadi penggelapan.

Segala kemungkinan katanya bisa saja terjadi atas subsidi itu. Terlebih, dana subsidi yang tidak melalui skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga transparansinya lebih rendah.

"Diusulkan kepada Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) lakukan audit investigatif karena dana subsidi harusnya tepat sasaran. Karena dari awal sasarannya tidak jelas. Namanya subsidi kan untuk orang miskin, ini justru dijual lewat retail modern. Kan aneh," sambungnya.

Selain alokasi untuk pasar tradisional, sambung Bhima, idealnya data penerima subsidi di integrasikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga tidak terjadi duplikasi penerima dan dana subsidi bisa menyentuh ibu-ibu rumah tangga.

Ia juga menyebut alokasi subsidi Rp7,6 triliun sudah dikucurkan tapi tidak menyentuh masyarakat berarti ada kesalahan perhitungan di awal dan memancing panik beli atau panic buying.

"Perlu diusut perusahaan penerima uang subsidi apakah benar-benar telah menggelontorkan minyak goreng sesuai ketentuan," tandas Bhima.

(mrh/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER