Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga buka suara terkait ditetapkannya Direktur Utama PT Pelita Air Service (PAS) Albert Burhan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ia mengatakan Kementerian BUMN tengah menyiapkan pengganti Albert.
Arya mengatakan calon direktur utama Pelita Air bisa saja seseorang yang berasal dari luar BUMN. Ia memastikan pemerintah akan mencari kandidat yang terbaik.
"Kalau dari dalam ada yang bagus ya dari dalam, kalau nanti ternyata dari dalam tidak terlalu bisa mendukung harus dari luar, ya kami ambil dari luar gitu," ungkapnya kepada wartawan di kantor Kementerian BUMN, Senin (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Arya mengatakan kasus Garuda Indonesia tersebut merupakan isu yang dilaporkan Menteri BUMN Erick Thohir ke Kejaksaan Agung (Kejagung) beberapa waktu lalu.
Kementerian BUMN, kata Arya, mempercayakan sepenuhnya kasus Albert kepada Kejagung. Pasalnya, Kejagung memiliki data lengkap terkait Garuda Indonesia.
"Kami percayakan saja ke Kejaksaan. Hasil investigasi kejaksaan pasti lebih lengkap lagi, temuan mereka daripada kami," ucap Arya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Albert sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat pada Kamis (10/3).
"Pada hari ini telah ditetapkan tersangka AB dan sekaligus telah mengeluarkan surat perintah penahanan kepada tersangka AB," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Kamis (10/3) lalu.
Ia ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa Kejaksaan Agung. Setelah pemeriksaan itu, Ketut langsung ditahan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Kejagung.
Ketut menerangkan Albert diduga tidak melaksanakan perencanaan dengan baik dalam proses pengadaan pesawat di perusahaan pelat merah itu. Kejahatan itu diduga dilakukan bersama dengan dua tersangka lain.
Albert, kata dia, tidak melakukan kajian dan menggunakan analisis kebutuhan pesawat dengan baik.
"Tidak melakukan perencanaan penerbangan, tidak melakukan mitigasi risiko yang disusun berdasarkan hasil pembelian barang dan jasa yang efektif, efisien, wajar, dan akuntabel," jelas Ketut.
(mrh/aud)