Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara memproyeksikan kenaikan harga pangan akan berlanjut hingga akhir Lebaran karena disrupsi rantai pasok dan naiknya biaya produksi seperti harga pupuk. Nah, kelompok 40 persen terbawah atau rentan lah yang akan paling merasakan dampaknya.
Jika begitu, ia khawatir jumlah orang miskin akan naik sepanjang 2022.
"Jika komponen garis kemiskinan naik, apa lagi pangan paling dominan menyumbang 73 persen garis kemiskinan, ya yang jatuh miskin makin banyak," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, saat ini Indonesia punya sekitar 115 juta orang kelas menengah yang rentan jatuh miskin karena fluktuasi harga pangan. Mengutip Global Food Security Index 2021, ketahanan pangan Indonesia berada di urutan ke-69 dari 113 negara. Sebagai perbandingan, Malaysia ada di urutan ke 39 dan Vietnam 61.
Bhima menyebut pemerintah mesti menahan kenaikan harga energi karena masyarakat tak punya alternatif lain dan mau tak mau harus merogoh kocek lebih dalam. Jika begitu, ujung-ujungnya konsumsi barang lain yang akan dikorbankan.
"Efeknya bahkan bisa sebabkan perusahaan lakukan efisiensi massal dengan PHK karyawan. Biaya produksi industri kan sudah naik sejak tahun lalu, sementara omzet terganggu kenaikan Pertalite, maka perusahaan tidak punya opsi selain efisiensi. Skenario terburuknya adalah gelombang penutupan ritel dan pabrik kembali terjadi," pungkasnya.