LinkAja dan Zenius PHK Karyawan, Ada Apa dengan Startup di RI?

CNN Indonesia
Kamis, 26 Mei 2022 16:40 WIB
PHK di LinkAja dan Zenius diklaim terkait fenomena bubble burst, keterbatasan jumlah venture capital, hingga kondisi ekonomi makro.
Ilustrasi. PHK yang melanda sejumlah start-up diduga terkait fenomena bubble burst. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawan di dua perusahaan startup, LinkAja dan Zenius, dinilai terkait fenomena gelembung ekonomi yang pecah (bubble burst) serta keterbatasan jumlah perusahaan pendanaan atau venture capital.

Kondisi negatif dua perusahaan rintisan pada waktu bersamaan ini memicu pertanyaan publik; ada apa dengan startup RI? Apakah ini pertanda industri perusahaan rintisan domestik mulai 'goyang'?

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda curiga fenomena ekonomi bubble burst sedang melanda industri startup di Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan perusahaan rintisan tak sebanding dengan angka perusahaan pendanaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau saya sih lebih memandangnya malah bisa ke bubble burst," ujar dia, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/5), "Semakin banyak startup digital tapi perusahaan pendanaan tidak eksponensial penyalurannya karena semakin selektif juga".

Bubble burst bisa diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat.

"(Bubble burst ini adalah) ekonomi di suatu industri tumbuh terlalu cepat tapi perusahaan yang jatuh juga terlalu cepat dan banyak. Jadi pertumbuhannya terlalu eksponensial," jelasnya.

Tak hanya itu, Nailul menilai perusahaan pendanaan juga lebih selektif untuk menanamkan modal di suatu startup sekarang. Dengan demikian, peluang startup mendapatkan investor juga tak semudah sebelumnya.

"Jadi venture capital sudah selektif karena mau genjot keuntungan. Lihat saja contoh SoftBank kan sudah rugi banyak dari investasi di beberapa startup," tutur Nailul.

Selain itu, venture capital juga mulai wait and see karena The Fed yang terus mengerek suku bunga acuan hingga akhir 2022. Hal itu berpotensi mempengaruhi Bank Indonesia (BI) dalam mengatur suku bunga acuan di RI.

"Ketika ada kebijakan pengetatan uang (suku bunga acuan naik), maka aliran dana dari venture capital ikut terbatas. Mau pinjam ke bank pun pasti bunga mahal kan, makanya pasti akan selektif dalam pemilihan startup yang akan didanai," jelas Nailul.

Sementara, peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Ebi Junaedi menilai apa yang terjadi dengan Zenius dan LinkAja dipicu oleh kondisi makro saat ini. Maklum, ekonomi dunia dan domestik memang sedang diselimuti ketidakpastian cukup tinggi.

Dengan demikian, investor lebih selektif untuk menanamkan dana di startup. Berbeda dengan situasi beberapa tahun sebelumnya, di mana startup lebih mudah mendapatkan investor.

"Namun harus dilihat juga apakah memang ini kecenderungan menyeluruh ya, maksudnya apakah venture capital tidak ada yang agresif dengan kondisi makro saat ini," ujar Ebi.

Tak terkait kebijakan The Fed di halaman berikutnya...

Industri Digital Diklaim Masih Positif

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER