Serikat Pekerja Sambut Baik Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan
Serikat pekerja menyambut baik usulan cuti melahirkan selama 6 bulan dan cuti 40 hari bagi ayah yang istrinya melahirkan sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan usulan itu merupakan inisiatif riil untuk melindungi pekerja perempuan dan bayi yang dikandung agar lahir sehat dan mendapatkan perawatan pada saat kelahiran hingga proses menyusui.
"Usulan pemberian hak cuti kepada pekerja perempuan selama 6 bulan ini sangat baik untuk mendukung perlindungan lebih kepada pekerja perempuan dan bayinya, khususnya untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi serta menurunkan tingkat stunting," jelas Timboel kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/6).
Ia memaparkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada 2020 sebesar 230 per 100 ribu melahirkan, yang angkanya masih jauh dari target millennium development goals (MDGs) yaitu sebesar 102 per 100 ribu peristiwa melahirkan.
Sementara itu, penurunan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih berlangsung lambat. Meskipun AKB pada 2020 telah mencapai 21 kematian per 100 ribu kelahiran, tren penurunannya masih lambat.
Kondisi tersebut, menurut Timboel, diperkirakan tidak akan mencapai target SDGs pada 2030 sebesar 12 kematian bayi per 100 ribu kelahiran.
Di sisi lain, berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024.
Lihat Juga : |
Selama ini, cuti melahirkan bagi pekerja perempuan diatur oleh pasal 82 ayat (1) undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengamanatkan Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
"Namun dalam pelaksanaannya kerap kali pekerja perempuan mengambil cuti pada saat akan melahirkan sehingga bisa menggunakan waktu cuti 3 bulan pasca melahirkan," kata Timboel.
Menurutnya, sikap ini tentunya tidak tepat karena pasal 28 ayat (1) di atas mengamanatkan cuti melahirkan diambil 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan.
"Tentunya dengan alasan perlindungan kepada ibu dan bayi dan proses menyusui yang lebih baik lagi serta mengacu pada penerapan cuti melahirkan di beberapa negara maka usulan cuti melahirkan selama 6 bulan di RUU KIA patut didukung," jelas Timboel.
Lihat Juga : |
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat mengatakan pihaknya mendukung penuh jika usulan ini disahkan.
"Ini justru akan meningkatkan produktivitas pekerja," kata Mirah.
Ia menjelaskan selama ini dalam UU Ketenagakerjaan, perusahaan hanya memberikan 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
Tapi faktanya, imbuhnya, banyak sekali pekerja perempuan yang baru bisa mendapatkan cuti pasca melahirkan dan itu hanya 1,5 bulan.
Imbasnya, para pekerja tersebut akan sering mengajukan izin sehingga berdampak pada produktivitasnya.
Dalam hal ini, Mirah mengatakan jika usulan cuti 6 bulan itu disahkan, maka mau tidak mau UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pun harus direvisi.
Adapun Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan pihaknya masih mempelajari lebih lanjut soal usulan cuti 6 bulan bagi istri yang melahirkan, dan cuti 40 hari bagi ayah.
"Terkait dengan ini kami akan pelajari dengan mempertimbangkan regulasi lainnya, kondisi sosiologis dan praktiknya di negara-negara lain," katanya kepada CNNIndonesia.com belum lama ini.