Peluit Paylater Berbunyi Nyaring di Telinga Orang Amerika

CNN Indonesia
Jumat, 08 Jul 2022 12:56 WIB
Ekonom mengkhawatirkan tumpukan utang rumah tangga AS yang menggunakan pay later untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Ekonom mengkhawatirkan tumpukan utang rumah tangga AS yang menggunakan pay later untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. (iStockphoto/B4LLS).
Jakarta, CNN Indonesia --

Layanan keuangan buy now pay later kian populer di kalangan masyarakat, tak hanya Amerika Serikat (AS) tapi juga Indonesia. Program kredit tanpa kartu yang menawarkan cicilan layaknya kartu kredit itu diminati karena instan, mudah, dan praktis.

Makin ke sini, pengguna memanfaatkan pay later untuk menutup kekurangan uang dalam membeli kebutuhan yang harganya naik akibat lonjakan inflasi. Kebutuhan itu, antara lain bensin atau BBM hingga bahan makanan.

Melihat fenomena ini, para ekonom dan pemerhati konsumen di AS mengaku khawatir dengan tumpukan utang rumah tangga. Pasalnya, penggunaan pay later melompat. Padahal, program cicilan tanpa kartu kredit ini masih kurang pengawasan dan kurang transparan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbeda dengan belanja kartu kredit dan kredit kendaraan bermotor yang datanya dihimpun dan dilacak oleh The Fed, pay later yang sumber dananya disediakan oleh lembaga keuangan non bank, kerap tidak dilaporkan kepada biro kredit.

Itu berarti, tidak ada basis data yang tersedia mengenai tingkat utang konsumen pada pay later. Termasuk juga volume transaksi, tunggakan, biaya, hingga bunga pinjaman.

"Tidak diragukan lagi, akan ada lubang besar tentang situasi keuangan masyarakat, jika Anda tidak memasukkan (data) pay later. Dan, itu masalah bagi perusahaan penilaian kredit, biro kredit, dan pemberi pinjaman," ujar Matt Schulz, Kepala Analis Kredit Lending Tree dilansir CNN Business, Kamis (7/7).

Adapun, penggunaan pay later dari Affirm, Apple, PayPal, sampai Zip, transaksi pay later diperkirakan sebesar US$100 miliar per tahun. Angkanya diprediksi meroket menjadi US$1 triliun hingga US$4 triliun dalam beberapa tahun ke depan.

Para ekonom AS memperingatkan utang rumah tangga Amerika dari penggunaan pay later. Apalagi, pengguna pay later seringkali melewatkan pemeriksaan kelayakan kredit yang sulit seperti halnya pengajuan kredit rumah atau kredit kendaraan bermotor.

Bahkan, karena layanan keuangan pay later yang tidak diatur sebagai produk kredit, pasarnya disebut bergaya Wild West dengan sedikit checks and balances.

Spesialis Penelitian Sistem Pembayaran untuk The Fed Kansas City Terri R Bradford menyebut satu kelemahan signifikan adalah risiko terjerat tumpukan utang tanpa mereka sadari.

Apalagi, pay later menawarkan skema membayar secara mencicil, bisa mingguan atau bulanan. "Sebagai akibatnya, Anda mungkin mengambil lebih banyak utang. Peluang untuk menumpuk utang dengan beberapa pinjaman adalah salah satu risiko besar yang saya lihat," katanya.

Biro Perlindungan Keuangan Konsumen membuka penyelidikan ke penyedia pay later dan menyatakan keprihatinannya tentang syarat yang tidak jelas, pengumpulan data, sampai kurangnya perlindungan bagi konsumen.

Marshall Lux, Peneliti Harvard Kennedy School dalam studinya mengenai pay later baru-baru ini mengaku khawatir kemudahan yang ditawarkan bisa membuat utang meledak ketika situasi keuangan masyarakat memburuk.

"Dengan segala sesuatu yang terjadi dalam perekonomian, pay later tidak mendapat perhatian yang layak. Sementara itu, kaum muda dan orang-orang yang tidak memiliki rekening bank sangat dirugikan, berpotensi merusak skor kredit mereka selama bertahun-tahun," katanya.

Apalagi, kebanyakan konsumen pay later, sambung Lux, adalah anak-anak muda, terutama gen Z dan milenial.

Mereka tertarik pada layanan ini karena menghindari bunga kartu kredit, sejalan dengan tawaran bunga nol persen pay later untuk periode pinjaman tertentu.

"Tetapi, konsumen ini menjadi membeli lebih dari seharusnya (kemampuan mereka) dan mereka mengakui ini. Termasuk pembelian impulsif," terang dia mengingatkan.

Tanda bahaya lainnya, ia melanjutkan ketika orang-orang mulai menggunakan pay later untuk membeli barang-barang rumah tangga sehari-hari, seperti bahan makanan.

[Gambas:Video CNN]



(aud)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER