Starbucks Bakal Tutup 16 Gerai, Alasan Keamanan dan Rasisme
Starbucks, kedai kopi asal Amerika Serikat, akan menutup 16 gerainya di berbagai kota dengan alasan masalah keamanan.
Mengutip CNN, Rabu (13/7), juru bicara Starbucks mengatakan outlet-outlet yang akan ditutup yang ada di Seattle, Los Angeles, Philadelphia, Washington DC, dan Portland, Oregon. Rencananya, toko-toko itu akan ditutup akhir Juli.
"Setelah mempertimbangkan dengan cermat, kami menutup beberapa toko di lokasi yang telah mengalami sejumlah besar insiden menantang yang membuatnya tidak aman untuk terus beroperasi," katanya kepada CNN Business melalui email.
Keputusan itu diambil saat Starbucks akan mengubah budaya perusahaan di bawah CEO interim Howard Schultz, dan saat karyawannya di seluruh negeri memilih untuk berserikat.
Dalam surat yang dilayangkan kepada karyawan pada Senin, Wakil Presiden Senior Operasional di AS Debbie Stroud dan Denise Nelson mengatakan ada banyak tantangan yang dihadapi karyawannya.
Mulai dari keselamatan pribadi, rasisme, kurangnya akses ke perawatan kesehatan, krisis kesehatan mental yang berkembang, hingga meningkatnya pengguna narkoba.
"Dengan toko di ribuan komunitas di seluruh dunia. Negara, kami tahu tantangan ini kadang-kadang dapat dimainkan di dalam toko kami juga," kata mereka. Dalam surat itu, Stroud dan Nelson juga menambahkan mereka membaca banyak laporan insiden.
Sebab itu, lanjutnya, untuk membuat karyawan Starbucks merasa lebih aman di toko, perusahaan menawarkan pelatihan penembak aktif dan jenis pelatihan lainnya.
Selain itu, perusahaan kopi itu menawarkan manfaat kesehatan mental, akses ke perawatan aborsi, kejelasan seputar shift dan kebijakan toko. Perusahaan juga dapat menutup toilet untuk umum, membatalkan kebijakan 2018.
Surat itu berbunyi, dalam kasus di mana tidak dapat menciptakan lingkungan yang aman di toko, Starbucks akan menutupnya secara permanen. Dalam hal ini, perusahaan akan memindahkan karyawan ke toko tetangga.
Upaya-upaya yang diberikan kepada karyawannya merupakan langkah Schultz untuk mengubah budaya perusahaannya.
Lihat Juga : |
"Kita perlu menemukan kembali Starbucks untuk masa depan," tulisnya.
Tak hanya itu, ia menambahkan bahwa berdasarkan umpan balik dari karyawan, perusahaan akan berusaha untuk menciptakan keamanan, keramahan dan kebaikan untuk tokonya.
Adapun Schultz kembali menjabat sebagai CEO untuk ketiga kalinya pada April. Selama beberapa bulan terakhir dia telah menghabiskan waktu dengan karyawan, mendengarkan keprihatinan mereka dan mengumpulkan umpan balik.
Dia juga telah berusaha untuk mencegah pekerja berserikat, meminta pekerja untuk menghindari serikat bahkan sebelum dia secara resmi kembali ke perusahaan sebagai kepala eksekutif.
(dzu/bir)