Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyita 2.128 ton baja impor dari China karena tak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan produk baja yang disita tersebut adalah baja lembaran lapis seng (BjLS) dan galvanized steel coils yang digunakan sebagai bahan baku, dan galvanized steel coils with aluminium alloy (BjLAS). Total nilai impor baja itu sebesar Rp41,68 miliar.
"Kemendag merespons informasi maraknya importasi bahan baku baja lembaran lapis seng (BjLS) dan galvanized steel coils with aluminium zinc alloy (BjLAS) asal Tiongkok, serta peredaran produk BjLS tidak memenuhi kualitas yang dipersyaratkan secara teknis," ungkap Zulkifli dalam keterangan resmi, Selasa (9/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, produk-produk itu tak memenuhi ketentuan SNI 07-2053-2006 dan SNI I 4096:2007. Impor baja itu dilakukan oleh dua perusahaan di Kabupaten Serang, Banten dan Surabaya, Jawa Timur.
Pelaku usaha ini, kata Zulkifli, telah mengimpor bahan baku dari China berupa galvanized steel coils yang diduga tak memenuhi standar, memproduksi BjLS yang tak sesuai SNI, serta memperdagangkan produk tersebut tanpa memiliki Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB).
Hal ini berpotensi melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pengawasan Barang Beredar dan/atau Jasa.
"Pelaku usaha tersebut tetap memperdagangkan dengan harga jual yang lebih murah. Hal ini menimbulkan persaingan tidak sehat karena dapat mematikan industri dalam negeri untuk produk sejenis," terang Zulkifli.
Ia mengatakan Kemendag sengaja menyita produk baja tersebut untuk sementara waktu untuk meminimalisir kerugian konsumen. Penyitaan dilakukan berdasarkan Pasal 40 Permendag Nomor 69 Tahun 2018.
"Pengamanan sementara ini merupakan pencegahan awal untuk meminimalisir kerugian konsumen dalam aspek keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen, dan lingkungan hidup (K3L)," jelas Zulkifli.
Politikus dari PAN itu menekankan perdagangan produk BjLS harus memenuhi persyaratan mutu SNI dan pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tak sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat 1 huruf a UU Nomor 8 Tahun 1999.
Pelaku usaha yang melanggar aturan itu akan dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
Tak hanya itu, pengusaha juga berpotensi dikenakan sanksi sesuai Pasal 113 UU Nomor 7 Tahun 2014 dengan pidana berupa penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp5 miliar.
"Segala bentuk pelanggaran yang terjadi akan dilanjutkan ke ranah penegakan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku. Ini bukti Kementerian Perdagangan terus melindungi industri dalam negeri dan konsumen Indonesia," katanya.
Sementara, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Veri Anggrijono menambahkan pihaknya akan segera memproses hasil penyitaan sementara produk baja tersebut. Ia akan memanggil pengusaha dan seluruh pihak terkait perdagangan baja itu.
"Hasil pengamanan sementara yang telah dilakukan terhadap produk BjLS dan BjLAS akan ditindaklanjuti segera dengan memproses temuan ini dengan memanggil para pihak terkait untuk pengumpulan bahan keterangan yang diperlukan guna keperluan proses penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tutup Veri.
(aud/agt)