Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan sorgum tak bisa menggantikan gandum sebagai bahan baku roti, biskuit, dan mi 100 persen.
Ketua Umum GAPMMI Adhi S Lukman mengatakan produksi roti, biskuit, dan mie tetap membutuhkan gandum karena memiliki gluten cukup tinggi. Dengan demikian, makanan tak mudah hancur.
"Gandum banyak digunakan untuk menghasilkan produk yang butuh gluten, misalnya kayak mie, itu kan butuh elastisitas, yang tidak mudah patah, hancur. Biskuit juga begitu. Sumber gluten di gandum tinggi," ungkap Adhi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Adhi mengatakan masing-masing perusahaan memiliki batasan penggunaan sorgum untuk produknya. Perhitungan ini dibutuhkan agar kualitas produk tidak turun.
"Penggunaan sorgum ada batasan, misalnya produksi mi goreng, tidak mungkin diganti sorgum semua, pasti hanya berapa persen. Masing-masing perusahaan punya preferensi sendiri untuk mempertahankan mutu," jelas Adhi.
Begitu juga dengan roti yang sangat membutuhkan gandum agar mengembang. Dengan kata lain, produsen tak bisa begitu saja mengganti gandum dengan sorgum.
"Roti tetap harus ada gandum sekian persen atau ditambah dengan gluten dari bahan lain," terang Adhi.
Kendati demikian, Adhi mengatakan sorgum bisa menjadi opsi bagi pengusaha yang ingin mengurangi penggunaan gandum karena harganya sedang melonjak. Apalagi, sembilan negara telah melarang ekspor sampai 31 Desember 2022.
"Sekarang harga gandum naik tajam, nah tentu ini kesempatan bagi yang lain untuk bersaing, antara lain sorgum," ujar Adhi.
Ia berharap pemerintah bisa mengembangkan tanaman sorgum secara masif dan dalam skala besar. Sebab, jika pengembangan sorgum dengan skala kecil, maka tidak akan efisien dan harga menjadi mahal.
"Pengembangan sorgum harus diatur skema industrialisasinya, dari hulu ke hilir agar bisa produktif, efisien, dan berdaya saing. Tidak bisa diupayakan dalam skala kecil, karena akan tidak efisien," jelas Adhi.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat sembilan negara yang melarang ekspor gandum pada tahun ini.
Beberapa negara yang dimaksud adalah Serbia, Aljazair, Kazakhstan, Kosovo, India, Afghanistan, dan Ukraina.
Ia mengatakan Kazakhstan melarang ekspor gandum sampai 30 September 2022. Sementara, Serbia, Afghanistan, Ukraina, India, Aljazair, dan Kosovo memberlakukan kebijakan serupa hingga 31 Desember 2022.
"Dengan begitu (Indonesia) harus mengembangkan tanaman pengganti dari gandum," ungkap Airlangga.
Salah satu tanaman pengganti gandum adalah sorgum. Airlangga mengatakan total luas tanam sorgum baru 4.355 hektar per Juni 2022.
Lahan itu tersebar di enam provinsi dengan total produksi 15.243 ton atau tingkat produktivitas 3,63 ton per hektar.
Pemerintah menargetkan luas tanam sorgum mencapai 15 ribu hektar tahun ini. Dengan kata lain, masih kurang sekitar 10 ribu hektar lagi untuk mencapai target.
"Sasaran tanam (sorgum) pada 2022 adalah 15 ribu hektar dan tentu ada pengembangan 100 ribu hektare," ujar Airlangga.
Sementara, pemerintah akan menyiapkan lahan tanam sorgum seluas 115 ribu hektar pada 2023 dan 154 ribu hektar pada 2024. Nantinya, penanaman sorgum akan diprioritaskan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Pak presiden (Jokowi) minta diprioritaskan daerah NTT Kabupaten Waingapu yang sudah dilihat oleh pak presiden," kata Airlangga.
Ia mengatakan harga sorgum sekitar Rp3.500 saat ini. Rata-rata produksinya sebesar 4 ton per hektar.
Namun, ia mengakui pasar sorgum masih sempit di dalam negeri. Maka dari itu, pengembangan sorgum akan diintegrasikan dengan peternakan sapi.
"Dari batang pohon sorgum bisa juga untuk selain pakan ternak, bisa juga untuk bioetanol," tutup Airlangga.
(aud/agt)