Iran resmi meng-impor barang senilai US$10 juta atau Rp148,7 miliar (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS) dan membayarnya dengan kripto.
Agensi semi resmi Tasnim mengatakan impor menggunakan kripto dilakukan Iran untuk menghindari sanksi Amerika Serikat (AS). Namun, Agensi tak menentukan jenis kripto mana saja yang digunakan untuk transaksi impor.
Hal itu merupakan langkah awal Iran untuk berdagang melalui aset digital. Iran juga bisa berdagang dengan negara yang dibatasi oleh sanksi AS, seperti Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada akhir September 2021, penggunaan kripto dan kontrak pintar akan digunakan secara luas dalam perdagangan luar negeri dengan negara-negara target," ungkap pejabat dari Kementerian Perindustrian, Pertambangan, dan Perdagangan, dikutip dari channelnewsasia.com, Rabu (10/8).
AS sebelumnya telah mengembargo kegiatan ekonomi dengan sejumlah negara, termasuk Iran. Embargo ini salah satunya terkait larangan semua impor dari sektor minyak hingga perbankan.
Tahun lalu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa 4,5 persen dari semua penambangan bitcoin terjadi di Iran. Sebab, listrik masih di Iran.
Iran pun menghasilkan ratusan juta dolar yang dapat digunakan untuk membayar impor dan mengurangi dampak atas sanksi AS.
Republik Afrika Tengah, salah satu negara paling miskin di dunia juga telah mengadopsi kripto. Republik Afrika Tengah juga menjadi negara pertama di Afrika yang membuat tender legal bitcoin pada April 2022 dan telah meluncurkan koin digital pada Juli 2022.
Lalu, El Salvador juga memutuskan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah sejak tahun lalu. Bitcoin adalah salah satu jenis kripto dan memiliki nilai kapitalisasi pasar tertinggi.
(aud/agt)