Cari Duit Lagi Susah, Anak Muda China Setop Beli Starbucks dan Manikur

CNN Indonesia
Senin, 19 Sep 2022 12:04 WIB
Anak muda di China berhenti beli kopi Starbuck setiap hari dan manikur supaya bisa berhemat. Ini mereka lakukan karena mencari duit sedang susah di China.
Anak muda di China berhenti beli kopi Starbuck setiap hari dan manikur supaya bisa berhemat. Ini mereka lakukan karena mencari duit sedang susah di China. (Pixabay/jill111).
Jakarta, CNN Indonesia --

Anak muda di China mulai mengubah gaya hidup mereka yang tadinya glamor menjadi serba hemat demi menyiasati lesunya perekonomian negara akibat pandemi covid-19.

Kini, mereka tak lagi nongkrong di cafe mahal atau membeli kopi Starbuck setiap hari. Tidak hanya itu, beberapa kaum hawa juga mulai mengganti kosmetik mereka dengan merek lokal yang lebih murah.

Salah satu orang yang melakukan perubahan gaya hidup itu adalah Doris Fu (39). Wanita yang bekerja sebagai konsultan pemasaran di Shanghai ini mulai getol menabung dan mengurangi kegiatan yang menghabiskan banyak uang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fu menilai ekonomi negaranya tidak stabil, bahkan tidak pasti karena lockdown covid-19 di mana-mana, tingkat pengangguran makin tinggi, dan pasar properti pun mulai goyah.

Ia mengaku telah mengurangi perawatan tubuh, seperti berhenti melakukan perawatan kuku atau manikur. Fu juga mengatakan dirinya telah mengganti merek bedak riasnya dari Givenchy ke merek lokal bernama Florasis, yang harganya sekitar 60 persen lebih murah.

"Saya tidak lagi memiliki manikur, saya tidak menata rambut saya lagi. Saya telah pergi ke China untuk semua kosmetik saya," kata Fu seperti dikutip dari Reuters, Senin (19/9).

Sikap hemat Fu tidak berhenti sampai di situ. Ia bahkan sudah tidak lagi menonton film di bioskop. Menurutnya, dari pada mengeluarkan uang untuk membeli tiket lebih baik menabung.

"Dulu saya menonton dua film setiap bulan, tetapi saya belum pernah masuk ke bioskop sejak pandemi," kata Fu, yang juga seorang penggemar berat film.

Karena kondisi ekonomi yang tidak stabil, Fu juga menunda rencana untuk menjual dua apartemen kecil guna mengupgrade yang yang lebih besar. Ia juga harus bersabar untuk tidak mengganti mobilnya menjadi keluaran yang lebih baru.

"Mengapa saya tidak berani memperbarui rumah dan mobil saya, bahkan jika saya punya uang? Semuanya tidak diketahui," ujar Fu.

Setali tiga uang, Yang Jun (28) juga mulai berhemat sejak pandemi melanda China pada akhir 2019 lalu. Yang mengatakan dirinya telah berhenti mengonsumsi kopi Starbucks setiap hari.

Selain berhemat, Yang juga mengaku telah menjual beberapa barang miliknya di situs jual beli barang bekas demi mendapat pemasukan tambahan.

Menurutnya, saat ini mencari uang di China susah. Oleh karena itu, ketika mendapat uang sebaiknya segera ditabung.

"Covid-19 membuat orang pesimis. Anda tidak bisa seperti sebelumnya, menghabiskan semua uang yang Anda hasilkan, dan membuatnya kembali lagi bulan depan," kata dia.

Yang pun kini memulai sebuah grup bernama Low Consumption Research Institute di situs jejaring Douban sejak 2019. Dalam komunitas online itu, Yang dan orang-orang lainnya membahas dan mendiskusikan cara-cara hidup hemat demi menjaga kesehatan keuangan.

Saat ini, grup tersebut telah menarik lebih dari 150 ribu anggota.

Selain itu, Yang juga telah berhenti melakukan kebiasaan berutang untuk membeli sesuatu. Sebab, ia takut kembali terlilit utang, apalagi di saat kondisi ekonomi seperti sekarang.

Fenomena hidup hemat ini juga menjalar ke media sosial. Influencer di China telah mendapat ratusan ribu followers karena memposting lebih dari 100 video tentang cara berhemat.

Diskusi di media sosial kian bermunculan untuk saling berbagi tips hidup irit. Contohnya konten berjudul 'Live off 1.600 yuan tantangan sebulan' di Shanghai, salah satu kota paling mahal di China.

Masalah baru bagi ekonomi China

Meski demikian, ternyata gaya hidup hemat ini menjadi ancaman baru bagi ekonomi China. Pasalnya, belanja konsumen menyumbang lebih dari setengah produk domestik bruto (PDB) Negeri Tirai Bambu.

Dengan kata lain, jika banyak orang menahan belanja, pertumbuhan ekonomi bisa semakin merosot, sehingga kontraksi ekonomi pun bisa terjadi. Alhasil, China berpotensi terjun ke jurang resesi.

Menurut hasil survei bank sentral China, People's Bank of China (PBOC), hampir 60 persen orang saat ini cenderung untuk menabung dibanding belanja atau berinvestasi.

Rumah tangga China secara keseluruhan menambahkan 10,8 triliun yuan (US$1,54 triliun) dalam tabungan bank baru dalam delapan bulan pertama tahun ini. Angka ini naik dari 6,4 triliun yuan pada periode yang sama tahun lalu.

Fenomena ini tentu bukan tanpa alasan, kebijakan 'nol covid-19' China, termasuk lockdown, telah berdampak besar pada perekonomian negara itu.

Pergerakan ekonomi makin terbatas, perusahaan pun menahan ekspansinya. Apa lagi, tindakan keras pemerintah terhadap perusahaan teknologi besar juga berdampak besar pada tenaga kerja muda.

[Gambas:Video CNN]

Menurut data pemerintah, pengangguran di antara orang berusia 16 hingga 24 tahun mencapai hampir 19 persen, setelah mencapai rekor 20 persen pada Juli. Beberapa anak muda juga terpaksa terkena pemotongan gaji, misalnya di sektor ritel dan e-commerce.

Merujuk data yang dikumpulkan oleh perusahaan rekrutmen online Zhilian Zhaopin, gaji rata-rata di 38 kota besar China turun 1 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Di sisi lain, penjualan ritel di China juga melambat, hanya naik 2,7 persen secara tahunan di Juli 2022. Kemudian, sempat pulih menjadi 5,4 persen pada Agustus, tapi capaian ini masih jauh di bawah level pra pandemi. Pasalnya pada 2019, penjualan ritel dapat tumbuh hingga 7 persen.

China sendiri telah lama mengandalkan peningkatan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal itu dilakukan dengan cara menaikkan upah, kredit mudah, dan kemudahan belanja online.

"Di tengah pasar kerja yang sulit dan tekanan ekonomi yang kuat, perasaan tidak aman dan ketidakpastian kaum muda adalah sesuatu yang tidak pernah mereka alami," kata Zhiwu Chen, ketua profesor keuangan di Hong Kong University Business School.

Tak heran, China pun memangkas suku bunga acuan tahun ini. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Bank-bank besar milik negara pun memangkas suku bunga deposito pribadi pada 15 September. Harapannya, untuk mencegah tabungan mengendap dan meningkatkan konsumsi.

Tak hanya lewat suku bunga, China juga telah mengambil berbagai langkah dengan harapan meningkatkan konsumsi. Mulai dari subsidi pembelian mobil hingga voucher belanja.

(mrh/agt)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER