UPDATE: Tarik Ulur Kebijakan Kompor Listrik

CNN Indonesia merangkumkan perjalanan kebijakan alih kompor gas ke kompor listrik yang kini telah dibatalkan.

CNN Indonesia merangkumkan perjalanan kebijakan alih kompor gas ke kompor listrik yang kini telah dibatalkan.

  • Pengguna Kompor Listrik di Denpasar

    PT PLN (Persero) telah membagikan paket kompor listrik secara gratis kepada 2.000 rumah tangga di Solo, Jawa Tengah dan Denpasar, Bali, sejak Juli lalu, dalam fase uji coba.

    Sasaran penerima kompor listrik itu adalah pelanggan listrik 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA dengan tarif subsidi. Kompor juga dibagikan kepada pelaku UMKM dengan daya sampai 5.500 VA.

    Penerima manfaat memberikan tanggapan yang beragam terhadap penggunaan kompor listrik.

    Jero Kusumawati (63) misalnya, salah satu pemilik warung di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar, Bali. Ia mendapatkan kompor induksi dua tungku bermerek Myamin dua bulan lalu setelah mendapatkan tawaran dari petugas PLN.

    "Dapat dari PLN, kan didata dulu, dicek dulu. Kira-kira dua bulan yang lalu (kompor) itu diantarkan, dipasang dan di-setting listriknya tinggal menerima beres saja warung saya," ujarnya.

    Kusumawati mengaku pengeluarannya lebih hemat dengan kompor listrik. Dalam sebulan, ia biasanya menghabiskan dua tabung LPG 3 kg dengan harga Rp18 ribu per tabung atau senilai total Rp36 ribu. Namun, pengeluarannya berkurang setelah menggunakan kompor listrik, yaitu hanya Rp60 per jam.

    "Tidak banyak menghabiskan (biaya) karena sudah di-setting oleh PLN listriknya. Per satu jam Rp60 rupiah. (Kalau gas tabung) per bulannya saya pakai dua gas, harga Rp18 ribu total Rp36 ribu, kalau ini (kompor listrik) tidak sampai (Rp36 ribu) karena pakai listrik," ujarnya.

    Ia juga merasa pemakaian kompor listrik lebih praktis dan memudahkan dia memasak. Pasalnya, kompor listrik tersebut tidak keluar api. Apalagi, warungnya di kawasan pantai yang anginnya cukup kencang.

    "Ini nyaman dan praktis," jelasnya.

  • Pengguna Kompor Listrik di Solo

    Salah satu warga Solo, Teddy (47), mengaku lebih nyaman menggunakan kompor gas ketimbang kompor listrik dari pemerintah.

    Pengusaha angkringan itu merasa kurang puas dengan hasil masakan kompor listrik.

    "Kompornya paling cuma saya pakai buat bikin mi instan sama menggoreng telur. Itu pun untuk menggoreng nggak bisa garing," katanya.

    Ia pun mengaku mau menerima bantuan kompor induksi dari PLN agar mendapat subsidi listrik.

    "Dulu kan ditawari. Kalau mau dapat subsidi harus mau ambil kompor listriknya. Ya saya terima," katanya.

    Sementara warga Solo lainnya, Indrawati, sengaja menurunkan daya listriknya ketika mendapatkan tawaran bantuan kompor listrik induksi.

    Indrawati menuturkan sebelum menerima paket kompor tersebut, instalasi di rumahnya menggunakan 1.300 VA, kemudian ia menurunkannya menjadi 900 VA. Sebab, untuk menjadi penerima paket kompor listrik itu, syaratnya adalah memiliki daya listrik 900 VA dan masuk golongan subsidi.

    Sebagai catatan, ia sebenarnya memang berhak menerima subsidi karena sudah terdaftar sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dan penerima Bantuan Pangan Nontunai dari pemerintah. Hanya saja awal tahun ini, daya di rumahnya sempat dinaikkan ke 1.300 VA karena ada program penataan kawasan dari Kementerian PUPR.
     
    Ia mengatakan instalasi kompor listrik dilakukan oleh petugas PLN. Selain memasang kompor listrik, petugas itu juga menambah mini circuit breaker (MCB) di rumahnya. Satu MCB khusus kompor listrik, satu lagi untuk perangkat elektronik lain.

    "Kalau mau masak, MCB yang buat kompor listrik harus dinyalakan dulu. Kalau sudah selesai harus dimatikan. Biar kompornya awet," katanya.

    Sejak menggunakan kompor listrik, Indrawati mengaku pengeluaran listriknya justru berkurang.

    Jika sebelumnya dengan daya 1.300 VA, ia merogoh Rp200 ribu sampai Rp250 ribu per bulan, kini dengan daya 900 VA ia hanya membayar Rp100 ribu per bulan.

    Penghematan konsumsi ini karena sejak menggunakan kompor induksi, ia menjadi penerima subsidi listrik 900 VA.

    "Dulu waktu masih 1.300 VA itu beli Rp 50 ribu cuma dapat 31 kWH. Sekarang saya beli Rp 100 ribu dapatnya 150 kWH," katanya.

(sfr/feb/vws)