Sri Mulyani Ungkap Beda APBN RI dan Inggris Saat Krisis
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih baik dibandingkan Inggris. Hal ini tercermin dari kinerja APBN masing-masing negara yang berbeda saat krisis.
Menurutnya, fungsi APBN Indonesia sebagai peredam gejolak (shock absorber). Sedangkan, APBN Inggris justru sebagai pencipta gejolak (shock producer).
"Yang terjadi di Inggris, nilai tukar yang jatuh sampai 20 persen untuk poundsterling, itu karena APBN menjadi shock producer," ujarnya dalam UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/9).
Bendahara ini menyebutkan jika kondisi perekonomian Indonesia tidak baik dan berdaya tahan, maka APBN tak akan bisa menjadi shock absorber. Hal tersebut memang berkat penerimaan negara yang melonjak tajam karena kenaikan harga komoditas.
Kinerja perekonomian yang baik inilah yang memungkinkan pemerintah menambah anggaran subsidi energi tiga kali lipat, dari Rp152 triliun menjadi Rp502,4 triliun tahun ini. Sehingga, masyarakat tidak merasakan dampak tekanan yang begitu besar dari global.
"Ini bukan angka kecil. Kalau APBN tidak kuat, tidak mungkin dapat menjadi shock absorber. Bahkan APBN bisa menjadi shock producer seperti yang terjadi di Inggris," jelasnya.
Situasi ini, kata Sri Mulyani, harus terus dijaga agar APBN tetap bisa menjadi shock absorber. Terlebih, ke depan masih sangat banyak tantangan yang perlu dihadapi, pandemi dan perang yang belum usia, hingga ancaman perubahan iklim.
"Situasi yang kita hadapi ini memang harus kita sikapi dengan sangat hati-hati, fleksibel tapi tetap akuntabel," jelasnya.
"Karena tidak ada sebuah template pada saat kita dihadapkan pada ketidakpastian yang bersumber dari penyakit, climate change, dan perang. Penyakit tidak seperti manusia di mana kita bisa dudukkan, taruh di satu tempat dan kita kunci. Virus tidak bisa diajak berunding," tegasnya.