Saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies-Sandiaga menargetkan program OK OCE alias Jakprenuer mampu mencetak 200 ribu wirausaha. Lalu, dalam RPJMD 2017-2022 target dinaikkan menjadi 278.971 wirausaha di Jakarta.
Berdasarkan situs resminya, hingga 30 September 2022, jumlah peserta yang tergabung dalam program Jakpreneur telah mencapai 330.951 peserta. Dengan kata lain, secara jumlah target program itu telah terlampaui.
Angka-angka ini pun telah dikonfirmasi oleh Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta Elizabeth Ratu. "Iya datanya benar seperti itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan dengan jumlah ini target peserta Jakprenuer telah terlampaui, baik target pada masa kampanye atau pun target di RPJMD.
Namun, yang mengambil akses permodalan atau P7 hanya 10 ribu peserta. "Yang dibiayai itu untuk P7 ya, itu kurang lebih 10 ribuan Jakpreneur," ujarnya.
Menurut Elizabeth, jumlah itu memang sedikit dibandingkan keseluruhan peserta. Ia pun menilai hal tersebut wajar karena pihaknya tidak bisa memaksa setiap peserta untuk mengambil permodalan. Setiap peserta memiliki pertimbangan masing-masing.
"Karena memang namanya pembiayaan. Kan namanya orang mau pinjam kan kita gak boleh maksa," ungkap Elizabeth.
Ketika ditanya soal total dana yang telah dipinjam oleh para peserta, Elizabeth mengatakan dirinya akan mengecek terlebih dahulu dan berjanji bakal memberi tahu.
Namun hingga artikel ini diturunkan, Elizabeth belum memberikan jawaban.
CNNIndonesia.com pun telah berusaha menghubungi Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria untuk mencari tahu informasi lebih lanjut terkait pelaksanaan program Jakpreneur. Namun, hingga artikel ini diturunkan yang bersangkutan belum memberikan respons.
Pada 2019, ketika Sandiaga masih menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta, ia meyakini program OK OCE mampu menekan tingginya tingkat pengangguran di ibu kota.
"Kami sudah bisa perkirakan dalam satu tahun ada 40 ribu lapangan kerja, jadi untuk lima tahun sudah bisa 200 ribu lapangan kerja, itu hitungannya, jadi ya bisa (kurangi pengangguran)," kata Sandiaga.
Meski demikian, nyatanya hal ini masih belum terwujud.
Lihat saja, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran di DKI Jakarta pada 2017 mencapai 347 ribu jiwa dengan tingkat pengangguran sebesar 7,14 persen.
Sementara itu, per Februari 2022, jumlah pengangguran di ibu kota mencapai 410.585 jiwa dengan tingkat pengangguran 8 persen. Dengan kata lain selama program Jakpreneur ini berlangsung, angka pengguran tetap naik.
Padahal, jumlah target wirausaha yang bergabung dengan Jakprenuer telah melebihi target.
Lebih rinci, pada 2017 tingkat pengangguran di DKI Jakarta mencapai 7,14 persen, kemudian turun menjadi 6,24 persen pada 2018. Selanjutnya, tingkat pengangguran kembali turun ke level 6,22 persen pada 2019.
Kemudian, kembali melonjak menjadi 10,95 persen pada 2020. Lalu, tingkat pengangguran kembali turun menjadi 8,5 persen pada 2021. Meski turun angka ini masih lebih tinggi dibanding level pada 2017.
Sementara itu, DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak mengatakan soal jumlah, Jakpreneur bisa saja sudah tercapai. Tapi, ia mempertanyakan apakah kualitas peserta yang dilatih betul sudah berproduksi atau tidak.
"Soal jumlah kan hanya soal output, tapi dampak (outcome) berupa yang mampu atau yang berproduksi mereka (Pemprov DKI Jakarta) tidak sampaikan," kata dia.
Artinya, sambung Gilbert, pelatihan itu baru bermakna kalau yang dididik benar-benar mampu berproduksi. Kalau tidak mampu, berarti program tersebut hanya mengejar jumlah yang dilatih saja.
Oleh karena itu, ia meminta program Jakpreneur ini dievaluasi. Pelatihan dan pemberian modal pada para peserta harus lebih ditingkatkan.
"Nyatanya tidak terlihat produktivitas mereka yang dilatih, di lapangan. Sebaiknya dievaluasi," ujar Gilbert.
Sementara menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, peningkatan jumlah pengguran ini tidak terlalu bertalian dengan program Jakpreneur. Pasalnya, saat program ini mulai berjalan Jakarta dan seluruh wilayah RI dihantam pandemi covid-19.
Pandemi menyebabkan pengangguran meningkat. Oleh karena itu, ia menilai untuk mengatasi peningkatan pengangguran ini harus dipisahkan faktor program Jakpreneur dengan kondisi covid-19.
"Makanya apakah pengangguran meningkat ini dikarenakan buruknya kinerja pemprov atau karena covid-19. Saya rasa faktor covid-19 lebih besar," kata Nailul.
Terlepas dari itu, ia melihat program Jakpreneur cukup bagus karena telah menyasar ke sektor riil masyarakat. Sayang, implementasi-nya kurang cepat sehingga terhantam pandemi dan sektor ritel jadi sepi.
Nailul menyebut Jakpreneur juga bertujuan menyediakan tempat jualan bagi produk asli masyarakat, namun memang pasarnya relatif terbatas. Oleh karena itu, pemprov DKI sebaiknya mulai memikirkan untuk merambah ke pasar online untuk pengembangan program ini.
Dengan begitu, peserta Jakpreneur pun bisa lebih adaptif dan mampu bersaing.
"Tentu lebih mengadopsi teknologi serta jenis barang yang lebih beragam namun masih mengandung unsur lokal. Jadi bisa berbeda dengan minimarket di Jakarta yang sudah menjamur," imbuh Nailul.
(mrh/agt)