ANALISIS

Melihat Seberapa Terang Benderang RI di Tengah Gelapnya Ekonomi Global

tim | CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2022 07:00 WIB
IMF menyebut Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi dunia suram, karena pertumbuhan tinggi dengan stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat.
Predikat Indonesia adalah titik terang itu juga masih bisa berubah mengingat lonjakan inflasi yang tinggi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Sementara itu, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan jika dilihat dari data saat ini, ungkapan Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi global gelap masih dapat diterima.

Namun, predikat titik terang itu juga masih bisa berubah mengingat Indonesia belum lepas dari ancaman lonjakan inflasi.

"Jangan dilupakan bahwa predikat titik terang ini masih berpeluang berubah, apabila ditelisik dari resiko seperti inflasi," kata Yusuf.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut inflasi Indonsia mencapai 5,95 persen pada September 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Angka ini pun telah melebihi target yang telah ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan PMK No.101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021 tentang Sasaran Inflasi 2022, 2023, dan 2024, sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk periode 2022-2024, masing-masing sebesar 3 persen, 3 persen, dan 2,5 persen, dengan deviasi masing-masing ±1 persen.

Yusuf menuturkan tingginya inflasi tentu berpotensi menekan laju pemulihan ekonomi Indonesia, terutama laju konsumsi rumah tangga. Apalagi, jika tidak diikuti dengan penyaluran bantuan sosial yang tepat, tidak hanya untuk kelompok pendapatan miskin, tetapi juga kelompok pendapatan menengah.

Kembali menyinggung predikat 'titik terang', ia mengatakan Indonesia mengamini hal itu asalkan beberapa data indikator ekonomi di dalam negeri tetap melanjutkan tren positifnya. Seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan riil, pmi manufaktur, hingga pertumbuhan investasi harus selalu tumbuh positif.

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan dalam keadaan ekonomi global yang runyam, Indonesia masih bisa mengambil untuk dari besarnya proporsi ekonomi domestik dari pembentukan PDBnya.

Dengan demikian, ketika banyak negara lain berpotensi terdampak resesi baik di tahun ini maupun di tahun depan, RI masih bisa menangkalnya dengan memanfaatkan pasar domestik.

"Hingga pasar domestik inilah yang kemudian perlu diperhatikan untuk menjaga Indonesia berada pada level yang baik dan meminimalisir dampak dari perubahan ekonomi global yang saat ini tengah terjadi," kata Yusuf.

Segendang sepenarian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengklaim ekonomi Indonesia masih cukup terjaga. Sebab, 50 persen lebih ekonomi RI ditopang oleh ekonomi domestik.

Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh level 5,4 persen adalah berkat tingginya permintaan masyarakat. Meski demikian, jika daya beli masyarakat terpukul, pemulihan ekonomi RI pun bisa berjalan dalam waktu yang lama.

Pasalnya, pemulihan daya beli ini lebih memakan waktu dibandingkan pemulihan ekspor-impor.

"Makanya dari awal disampaikan perlu menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga tingkat inflasi, terutama inflasi inti," kata Nailul.

Terlebih, kata dia, tanda-tanda inflasi akan kembali naik sudah di depan mata. Hal ini ditandai dengan nilai tukar rupiah yang anjlok dan IHSG yang melemah.

Menurut Nailul, ketika nilai tukar rupiah dan IHSG anjlok, pasar keuangan bisa bermasalah. Artinya, dari sisi fiskal harus siap-siap. Belanja pemerintah harus bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi akhir tahun dan awal tahun depan.

"Titik terang kalau dilihat dari pertumbuhan ekonomi iya karena kita ditopang oleh ekonomi domestik yang kuat. Tapi saya rasa akan jadi titik gelap juga kalo inflasi ini tidak dikendalikan," tandasnya.



(mrh/dzu)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER