Faisal Basri Kritik Habis Kebijakan Subsidi Era Jokowi

CNN Indonesia
Selasa, 10 Jan 2023 10:58 WIB
Faisal Basri mengkritik habis rencana subsidi kendaraan listrik, KRL, LPG 3 kg yang dijalankan pemerintahan Jokowi karena tak produktif dan syarat kepentingan. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritisi sejumlah kebijakan subsidi yang dilakukan oleh Jokowi.

Salah satu yang ia kritisi adalah wacana subsidi pembelian kendaraan listrik, tarif KRL, hingga pembelian LPG yang harus menyertakan KTP agar subsidi tepat sasaran.

Terkait kendaraan listrik misalnya, Faisal mengatakan hal tersebut kurang tepat dan sarat konflik kepentingan para pejabat. Pasalnya, banyak pejabat di lingkaran Jokowi yang bermain di bisnis kendaraan listrik.

Mereka salah satunya adalah Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan. Moeldoko diketahui merupakan pendiri dari PT Mobil Anak Bangsa (MAB). Tak hanya dikenal sebagai perusahaan penghasil bus listrik, MAB terendus sudah mulai mengembangkan motor listrik yang bisa bersaing dengan produsen lokal lainnya seperti Gesits.

Moeldoko menunjukkan motor listrik MAB melalui akun media sosialnya. Dalam postingan berbentuk video itu Moeldoko memperlihatkan motor berkelir hijau bertuliskan 'ML-01'. Motor ini juga terlihat menggunakan emblem bertuliskan Electro.

Selain itu ada juga Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan yang punya bisnis kendaraan listrik melalui PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Perusahaan itu diketahui sempat berencana membangun sebuah perusahaan kendaraan listrik.

Luhut memiliki sekitar 10 persen saham di perusahaan ini melalui PT Toba Sejahtera (TS).

"Karena pemainnya itu Moeldoko, Luhut Panjaitan. Di situ ada konflik kepentingannya," ungkap Faisal Basri kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.

Apalagi tambahnya, dana subsidi yang digelontorkan untuk kendaraan listrik cukup besar. Untuk pembeli mobil listrik yang memiliki pabrik di Indonesia, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita beberapa waktu lalu pernah mengatakan besaran subsidi yang akan diberikan Rp80 juta. Sementara itu untuk pembelian mobil berbasis hybrid akan diberikan subsidi sebesar Rp40 juta.

Untuk pembeli motor listrik baru, besaran subsidi yang akan digelontorkan Rp8 juta. Sementara itu untuk motor konversi, besaran subsidi yang akan digelontorkan mencapai Rp5 juta.

Faisal menilai subsidi kendaraan listrik tidak perlu diberikan. Menurutnya, insentif fiskal untuk kendaraan listrik yang saat ini berlaku seperti pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga keringanan pajak kendaraan bermotor (PKB) sudah cukup menguntungkan pembeli kendaraan listrik.

Ia menyarankan agar alokasi dana triliunan yang akan digunakan untuk subsidi pembelian kendaraan listrik digunakan untuk kepentingan yang lebih produktif. Salah satunya, untuk subsidi transportasi publik atau BLT untuk masyarakat kurang mampu.

Ia mengatakan subsidi itu lebih besar dan luas dampaknya dibandingkan jika diberikan ke pembelian kendaraan listrik. Dampak besar dan luas itu kata Faisal bisa dilihat dari kasus Singapura dan Malaysia.

Faisal mencontohkan di Singapura warga dengan pendapatan di bawah 100 dolar Singapura per tahun mendapatkan BLT. Di Malaysia pun demikian, warga dengan pendapatan 30 ribu ringgit dapat BLT.

"BLT itu bagus. Tepat sasaran kalau datanya bagus, yang miskin yang dapat," imbuh Faisal.

Harga Minyak Naik Lebih 1 Persen usai China Buka Pembatasan Covid

Kritik sama juga diarahkan Faisal terhadao rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengotak-ngotakan tarif KRL antara orang kaya dan miskin atas nama menekan subsidi.

Menurutnya, subsidi ongkos transportasi umum itu sudah baik karena keuntungan ekonominya lebih besar.

Ia mencontohkan dengan banyaknya orang naik kendaraan publik, maka ongkos kemacetan dan polusi bisa ditekan. Pasalnya, penggunaan kendaraan pribadi berkurang.

Kalau tarif KRL untuk orang kaya dibedakan, ia mengingatkan ada kemungkinan mereka malah kembali berpindah ke kendaraan pribadi. Akhirnya, subsidi BBM malah yang akan jebol sehingga pengeluaran pemerintah akan lebih besar alih-alih menghemat.

Oleh karena itu, Faisal menilai wacana pembedaan tarif KRL bagi orang kaya dan miskin menyesatkan.

"Nggak tepat terlalu halus, ini menyesatkan," ujarnya.

Faisal mempertanyakan tolak ukur orang kaya yang dibuat Kemenhub. Menurutnya, hampir semua orang yang naik KRL adalah masyarakat menengah ke bawah.

Apalagi, imbuh Faisal, KRL Jabodetabek adalah kendaraan bagi masyarakat yang berada di daerah penyangga Jakarta untuk bepergian menuju pusat Ibu Kota.

Ia menduga wacana pembedaan tarif KRL ini hanyalah upaya untuk menekan belanja setiap kementerian di APBN. Dalam kasus Kemenhub, anggaran kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO) yang ditekan.

Menurutnya, hal tersebut dilakukan semata-mata agar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tetap berjalan.

"Jadi demi untuk ibu kota baru jalan terus, demi untuk BUMN disuntik. PT Garuda disuntik, (BUMN) karya disuntik itu kok nggak dipertanyakan? Nah yang bisa dipotong pada umumnya yang kepentingan orang banyak," ucap Faisal.

Padahal, menurut Faisal, negara yang beradab adalah negara yang menggunakan transportasi publik.

Subsidi Kompor Listrik


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :

TOPIK TERKAIT