Bank digital kian menjamur di Indonesia. Perlahan, bank-bank digital tersebut akan menggeser jumlah nasabah bank konvensional. Apalagi, bank digital menawarkan bunga simpanan yang cukup tinggi jika dibandingkan bank konvensional lainnya.
Tingginya bunga simpanan menjadi alasan Rivki (33) yang memutuskan menjadi nasabah bank digital pada pertengahan 2021. Sebab, semenjak menjadi nasabah bank digital, ia tak lagi pusing soal mengatur keuangan.
Dari sekian banyak bank digital, Rivki memilih bank Jago sebagai tempat untuk menyimpan pundi-pundi hasil kerjanya. Ia mengaku, semenjak menjadi nasabah bank Jago, gaji yang dulu cuma 'numpang lewat' kini bisa ditabung dan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bulanannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum memilih Bank Jago, Rivki sempat mencoba beberapa bank digital lain yang sudah eksis.
"Ini (bank digital) sepertinya kebutuhan saya dan kebutuhan mungkin sebagian orang juga," cerita Rivki pada akhir Desember 2022 lalu.
Rivki mengatakan harus mengalokasikan gajinya untuk beberapa keperluan, seperti kiriman untuk orang tua, biaya pendidikan sang adik, biaya kost, bayar tagihan pulsa, bayar listrik, dan investasi.
Fitur Rencanakan Bank Jago menjadi andalan Rivki. Melalui fasilitas tersebut, gaji Rivki langsung tersalurkan ke beberapa pos pembayaran tersebut.
Terlebih, Bank Jago pun telah terhubung dengan aplikasi reksadana Bibit. Fitur Rencanakan jua bisa mengatur alokasi investasi rutin pada aplikasi tersebut karena sudah menjadi bagian dari ekosistem Bank Jago. Dengan begitu, ia tidak lagi khawatir lupa membayar karena semuanya sudah diatur.
"Jadi gak boros dan tujuan menabung itu tercapai," imbuh Rivki.
Fitur lain yang dimanfaatkan olehnya adalah 'kantong'. Fitur ini memudahkan ketika harus melakukan review budget. Nasabah tidak perlu melakukan pencatatan manual dan dapat memantau semua dalam satu aplikasi.
Pada saat bersamaan, Rivki bisa punya banyak rekening yang bebas biaya admin karena setiap Kantong Jago punya nomor Kantong (nomor rekening) masing-masing.
Selain itu, pilihan Rivki beralih ke bank digital juga karena proses pembuatan rekeningnya tidak ribet. Hanya tiga menit dan persyaratan yang simpel, proses pembuatan rekening selesai. Paling nggak, ia tak perlu repot-repot ke kantor cabang untuk membuka rekening.
Selanjutnya, uang Rivki juga tak akan berkurang karena biaya admin di Bank Jago gratis. Bukan cuma itu, hati Rivki pun terpikat karena bunga simpanan di bank tersebut mencapai 3,75 persen per tahun.
Bunga simpanan ini jelas jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang ditawarkan bank konvensional. Tercatat, suku bunga simpanan di beberapa bank konvensional berada di level 0 persen per tahun untuk tabungan di bawah Rp1 juta, hingga yang paling tinggi 1,75 persen per tahun untuk tabungan di atas Rp1 miliar.
"Ini juga enggak bisa dipungkiri orang menabung di bank digital karena bunganya yang tinggi. Jadinya sah sah saja," kata dia.
Tak ayal, Rivki merasa menabung di bank konvensional tak masuk akal. Apalagi bagi nasabah yang hanya menabung puluhan juta.
Ia merasa sudah mendapatkan keuntungan yang pantas selama menabung di bank digital. Rivki biasa menempatkan uang di bank digital sekitar Rp10 juta per bulan. Ia mengaku tatkala menyimpan uang di bank digital, berarti ia 'mengembangbiakan' uangnya.
"Terlepas berapa nominalnya. Tapi bank digital ini memberi sesuatu yang pantas. Nih kamu bisa nabung di sini, pasti. Tanpa perlu mikir naruh uang di saham atau reksa dana," jelasnya.
Oleh karena itu, ia juga tak ragu untuk rutin menabung di bank digital. Bahkan, ketika penghasilannya kelak bertambah, tabungannya pun akan ia tingkatkan.
Di sisi lain, ia tak ambil pusing andaikata kelak bunga simpanan yang ditawarkan Bank Jago menurun. Sebab, pertimbangannya menjadi nasabah tidak hanya bergantung pada bunga, tapi pada berbagai fitur yang memudahkannya dalam mengelola keuangan.
Ia juga puas dengan layanan customer service dari bank digital. Selama ini jika ada komplain, ia tidak perlu repot menelepon dan membuang-buang pulsa.
Di bank digital, Rivki cukup menghubungi costumer service via chat dan 'bimsalabim' semua diproses dengan cepat.
Rivki pun membandingkan ketika dulu menjadi nasabah salah satu bank konvensional. Kala itu, ia merasa repot karena harus mengikuti instruksi menekan nomor tertentu untuk mendapat pelayanan sesuai kebutuhan.
Meski begitu, bukan berarti bank digital sempurna 100 persen. Ketika ada perbaikan atau gangguan sistem, Rivki tak bisa komplain dengan mendatangi kantor cabang karena bank digital cuma punya kantor pusat.
"Itu kekurangan sih soal service, yang kekurangannya karena nggak ada cabang saja. Kalau ada apa-apa mau ke mana? Pasti ke cabang, meskipun datang ke kantor cabang tidak selalu menyelesaikan masalah," kata Rivki.
Ihwal risiko pembobolan data, ia juga tak memungkiri hal tersebut rawan terjadi pada hal-hal yang berbau digital. Namun, Rivki lebih memilih untuk lebih mawas diri dengan cara membuat proteksi sendiri.
Beberapa langkah proteksi itu seperti rutin mengganti password hingga PIN. Ia pun tidak pernah membuka tawaran mencurigakan dari nomor tidak dikenal yang mengatasnamakan dari pihak bank digital.
Syukur, ia tak pernah mengalami kejadian buruk seperti pembobolan data selama dua tahun menjadi nasabah bank digital. Setelah membuat proteksi sendiri, ia pasrahkan pada pihak manajemen bank dalam melindungi nasabahnya.
"Cuma kalau ada kejadian seperti itu (pembobolan data), balik lagi ke tingkat kepercayaan. Percaya enggak sama banknya? Saya sih percaya," katanya.
Perihal keamanan nasabah, Bank Jago menawarkan beberapa opsi fitur keamanan dan kendali, seperti, autentikasi dua faktor, aktivasi biometrik, pemicu batas autentikasi dua faktor, daftar perangkat terhubung, dan pengaturan notifikasi. Lalu, ada pula pengaturan keamanan kartu, opsi PIN atau biometrik, token keamanan, sistem enkripsi, serta, notifikasi upaya login yang gagal.
Kini, Rivki tidak kerepotan lagi untuk mengurus urusan perbankan seperti ketika masih menjadi nasabah bank konvensional. Ia mengaku sudah tidak pernah lagi mendatangi kantor cabang sejak lebih dari setahun lalu karena sudah tidak menggunakan jasanya.
Terakhir ia ke kantor cabang pun, situasi di sana cukup sepi. Terbukti, tak ada lagi antrean seperti yang dulu kerap terjadi. Ketika Rivki datang, ia langsung menuju konter. Menurutnya, fenomena itu juga berhubungan dengan maraknya keberadaan bank digital, sehingga tak sedikit nasabah yang memiliki pikiran sama dengan dirinya.
"Karenanya gak heran kalau kantor cabang banyak tutup, itu sebenarnya menyesuaikan perubahan perilaku saja," ucap Rivki.