Jakarta, CNN Indonesia --
Hany Januatri tengah dilanda gelisah beberapa hari terakhir. Pasalnya, sebagai calon jemaah haji tahun ini, ia mendengar kabar usulan pemerintah bakal menaikkan biaya haji menjadi Rp69 juta.
Ibu rumah tangga yang tinggal di DI Yogyakarta ini telah mengantre selama 12 tahun, ia mendaftar di Medan pada 2011 silam bersama suaminya.
Saat itu, keluarga Hany masih berdomisili di Medan. Ia mendaftar saat usianya masih 43 tahun, sedangkan ia diberitahu akan berangkat sekitar 7-8 tahun berikutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun membayangkan bakal berangkat ke Tanah Suci bersama suami ketika usianya tak terlalu tua. Terlebih, dengan pekerjaan suaminya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan berpenghasilan tetap, Hany memperkirakan sanggup membayar sisa pelunasan saat berangkat.
Tujuh tahun berlalu, ia tak mendapatkan kabar terkait jadwal keberangkatannya. Tak selang lama, suaminya meninggal dunia. Ketika mendapat kabar dirinya akan berangkat haji tahun ini, hatinya girang bukan main. Sayang, kebahagiaannya luntur saat mendengar usulan pemerintah.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp98,9 juta.
Sekitar 30 persen dari biaya tersebut akan ditanggung nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sementara, 70 persen akan dibebankan sebagai Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar calon jemaah.
Hany mempertanyakan angka yang fantastis ini. Sebagai ibu rumah tangga, ia khawatir tak bisa melakukan pelunasan ketika biaya haji diketok oleh DPR. Terlebih, kondisi ekonominya berubah dan waktu yang diberikan semakin sempit.
"Berita kayak gini kan bikin kami yang awalnya semangat jadi berpikir 'bisa berangkat enggak ya?' Jadi beban pikiran. Saya kecewanya, ini kan waktunya tinggal dekat banget, (embarkasi) Aceh itu kloter pertama. Bisa aja kami berangkat di awal bulan 5 (Mei). Dan ini bulan 2 (Februari), belum ada kabar (pasti)," kata Hany ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (1/1).
Menurut Hany, minimnya informasi yang diterima oleh jemaah tunggu menyebabkan dirinya tidak bisa membayangkan nominal ideal untuk disiapkan.
Selain itu, Hany menilai alih-alih membuat calon jemaah tahun ini kewalahan dengan nominal pelunasan, semestinya Kementerian Agama mematok setoran awal yang tinggi.
"Kalau setoran awalnya Rp25 juta, ngelunasin (sisa)nya Rp40 jutaan, itu kan jauh banget. Mending sekalian aja pemerintah patok setoran awal yang tinggi, biar kita bisa kira-kira. Paling mentok seandainya terpaksa (kita cuma bisa) bayar Rp25 juta, itu masih seperti setoran awal. Tapi ya berat juga sih," kata Hany.
Nilai manfaat yang diharapkan oleh calon jemaah untuk memotong biaya haji itu adalah yield (imbal hasil) investasi dari setoran awal milik jutaan jemaah. Setoran awal senilai Rp25 juta itu dikelola oleh BPKH sejak 2018.
Anggota Badan Pelaksana Bidang Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Amri Yusuf mengungkapkan nilai manfaat yang diterima saat ini memiliki sejarah panjang. Menurutnya, pada 1999 silam, calon jemaah haji hanya perlu membayar Rp5 juta ke Kementerian Agama.
Setelah jumlah kuota diumumkan pada tahun berjalan, pemerintah bakal memberangkatkan calon jemaah yang paling cepat melakukan pelunasan. Dengan sistem itu, artinya pemerintah tidak menerapkan masa tunggu terlalu lama.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Kemudian, era masa tunggu dimulai pada 2008 dengan menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Beleid itu yang mengatur semua orang bisa melakukan pendaftaran haji sepanjang tahun dan mengakibatkan adanya daftar tunggu jemaah. Meskipun, saat itu masa tunggu yang ada masih dalam waktu singkat.
"Pada era itu, uang mukanya Rp20 juta. Pada saat itu, orang nggak mengerti kalau treatment Depag (Departemen Agama) terhadap dana setoran itu bukan tabungan, tapi itu booking fee. Jadi itu uang muka," kata Amri kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (3/2) lalu.
Dengan sistem booking fee, pemerintah tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan investasi terhadap dana setoran milik calon jemaah.
Setoran Menumpuk hingga Lahirnya BPKH
Selang dua tahun, jumlah calon jemaah yang mendaftar semakin banyak. Akibatnya, dana setoran awal mereka pun menumpuk di Kementerian Agama.
Pada 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan advice untuk Kemenag agar mengolah atau menginvestasikan dana jemaah. Saat itu pula, nilai setoran awal berubah menjadi Rp25 juta.
"Karena dananya numpuk, maka ditempatkan di deposito dan beli obligasi negara. Uang itu yang hasilnya digunakan untuk membantu. Pada 2010 sudah ada nilai manfaatnya, itu Bipih cuma Rp30 juta, tapi BPIH-nya Rp34 juta. Itu dari hasil tasharruf," paparnya.
Amri mengatakan investasi kala itu dilakukan di bank konvensional milik pemerintah. Sebab, saat itu belum banyak bank syariah dan minimnya instrumen investasi syariah. Pergeseran investasi ke instrumen syariah dimulai ketika mendapat arahan dari MUI.
Lebih jauh, ia menjelaskan pemilik kendali penuh atas dana haji kala itu adalah Kementerian Agama. Pihak berwenang untuk mengeluarkan uang, menurutnya, adalah menteri agama, direktur jenderal pelaksana, dan petugas yang ditunjuk.
Namun, melihat eskalasi uang begitu tinggi dengan saldo mencapai Rp96 triliun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak pemerintah untuk membentuk lembaga pengelola sendiri.
"Kalau ini dikelola dengan cara-cara yang tidak governance, dikhawatirkan korupsi dan penyalahgunaan akan terjadi," ucapnya.
Berangkat dari tekanan itu, pemerintah akhirnya melahirkan UU Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yang juga menjadi dasar berdirinya BPKH.
Ketika berdiri pada 2017, BPKH langsung mendapat amanat untuk mengelola ratusan triliun dana haji. Dana dari setoran calon jemaah itu dikembangkan dengan cara ditempatkan pada bank syariah hingga investasi ke berbagai instrumen.
Nilai manfaat atau imbal hasil dari investasi itu dibagikan setiap tahunnya melalui akun rekening virtual (virtual account/ VA) kepada calon jemaah. Selain itu, nilai manfaat juga digunakan untuk meringankan Bipih bagi jemaah haji yang berangkat di tahun berjalan.
Tiga belas tahun berlalu sejak penetapan nilai setoran awal calon jemaah hanya Rp25 juta. Angka itu pun tak berubah hingga saat ini. Terlebih, kini mendaftar haji jauh lebih mudah dan bisa dilakukan sepanjang tahun.
Sebagai langkah awal, calon jemaah hanya perlu membuka tabungan haji di Bank Penerima Setoran (BPS) Syariah.
Kemudian, calon jemaah menandatangani pernyataan memenuhi persyaratan pendaftaran yang telah diterbitkan oleh Kementerian Agama. Calon jemaah nantinya diminta melakukan transfer setoran awal ke rekening BPS sesuai domisili.
Berikutnya, BPS Syariah akan memberikan nomor validasi. Langkah selanjutnya, berbekal nomor validasi dan dokumen bukti setoran awal, calon jemaah haji harus mendatangi kantor Kemenag sesuai domisili paling lambat lima hari kerja usai pembayaran.
[Gambas:Photo CNN]
Nantinya calon jemaah haji diminta mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkannya pada petugas kantor Kemenag Kabupaten/Kota.
Calon jemaah haji akan menerima lembar bukti pendaftaran haji yang berisi nomor pendaftaran dengan tanda tangan dan dibubuhi stempel dinas oleh petugas Kemenag.
Setelah itu, calon jemaah harus menunggu hingga masuk ke kuota pemberangkatan haji. Sebelum berangkat, calon jemaah harus melunasi sisa Bipih sesuai ketentuan pemerintah pada tahun berjalan.
[Gambas:Video CNN]