Bencana 'Subsidi' dan Keberlanjutan Keuangan Haji

CNN Indonesia
Kamis, 09 Feb 2023 06:46 WIB
BPKH mengungkap ancaman
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) mengungkap ancaman "bencana" keuangan haji apabila porsi nilai manfaat yang menanggung Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) lebih besar dari biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditanggung calon jemaah.

Tak ayal, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan porsi biaya perjalanan ibadah haji (bipih) yang ditanggung calon jemaah haji tahun ini meningkat dari 40,54 persen menjadi 70 persen.

Ketua Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengklaim jika pemerintah bersikukuh mengalokasikan penggunaan nilai manfaat serupa dengan tahun lalu, maka besar peluang pada 2025 dana nilai manfaat akan habis.

Sejak 2010, porsi nilai manfaat yang digunakan untuk membantu meringankan bipih yang dibayarkan jemaah memang terus menanjak.

BPKH mencatat pada 2010, porsi nilai manfaat yang digunakan untuk membantu BPIH jemaah hanya 12,91 persen. Selang lima tahun, porsi nilai manfaat yang membantu meringankan bipih jemaah tahun berjalan meningkat menjadi 39,1 persen.

Tahun lalu, nilai manfaat menopang sekitar 59,46 persen atau Rp58,49 juta dari total BPIH Rp98,37 triliun.

Di sisi lain, porsi bipih yang ditanggung jemaah porsinya cenderung turun dari 87,09 persen pada 2010 menjadi 40,79 persen pada 2022.

Semakin besarnya porsi nilai manfaat tak lepas dari peningkatan perolehan imbal hasil semenjak pengelolaan dana haji diserahkan pada BPKH pada 2017.

Selama 2018-2022, nilai manfaat yang diperoleh BPKH trennya meningkat yakni dari Rp5,7 triliun, Rp7,56 triliun, Rp7,43 triliun, Rp10,52 triliun, dan Rp10,08 triliun.

Nilai manfaat itu sebagian besar digunakan untuk memberangkatkan calon jemaah tahun berjalan. Sisanya, BPKH membagikannya untuk jemaah tunggu melalui rekening virtual (virtual account/VA).

Januari lalu, Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini sebesar Rp98,9 juta. Dengan asumsi nilai manfaat menanggung 60 persen dari total BPIH, sama seperti tahun lalu, BPKH membutuhkan sekitar Rp12 triliun. Padahal, perolehan nilai manfaat atau imbal hasil dari pengelolaan dana haji hanya berkisar Rp10 triliun per tahun.

BPKH memang memiliki akumulasi nilai manfaat tersisa sekitar Rp15 triliun -Rp17 triliun karena tidak ada pemberangkatan haji selama periode 2020-2022.

Namun, menurut Fadlul, dana itu tidak akan bertahan selama beberapa tahun ke depan apabila nilai manfaat yang diperoleh pada tahun berjalan lebih kecil dan nilai manfaat yang digunakan untuk menanggung BPIH tahun berjalan.

Sebagai gambaran, apabila tahun ini pemerintah menggunakan nilai manfaat Rp12 triliun untuk sekitar 200 ribu jemaah haji yang berangkat, maka pada musim haji 2024, nilai akumulasi hanya tersisa Rp3 triliun-Rp4 triliun. Akumulasi nilai manfaat akan semakin menciut pada tahun berikutnya dan berisiko mengganggu keberlanjutan keuangan haji.

Dalam hal ini, keberangkatan calon jemaah haji tahun berjalan sebagian besar ditanggung oleh nilai manfaat dari pengelolaan calon jemaah haji yang masih mengantre. 

"Asumsi tadi jika 2021 akhir terdapat Rp20 triliun saldo penumpukan akibat ketidakberangkatan (haji) 2020-2021, maka 2022 sudah diambil saldo simpanannya (Rp5-6 triliun) menjadi sisa sekitar Rp15 triliun," kata Fadlul dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/1) lalu.

"Kemudian di 2023 asumsi (jumlah jemaah) dua kali lipat, yang dialokasikan maka Rp12 triliun. Maka otomatis mengambil simpanan yang dipupuk sebesar Rp12 triliun, maka saldonya itu relatif di kisaran Rp3 triliun," sambungnya.

Sisa dana dengan kisaran Rp3 triliun ini akan dialokasikan untuk keberangkatan jemaah pada 2024. Fadlul mengasumsikan jika tidak ada perubahan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), maka akan terjadi kekurangan sebesar Rp9 triliun.

"Asumsi tanpa ada kenaikan BPIH maka artinya 2024 dengan biaya (nilai manfaat) sebesar Rp12 triliun, ada sekitar Rp9 triliun yang diambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini dikelola. Ini dengan asumsi memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan," ucap Fadlul.

Agar tidak menjadi bencana keuangan haji, maka pemerintah perlu meningkatkan porsi bipih yang dibayar jemaah dan menurunkan porsi nilai manfaat yang digunakan.

Secara terpisah, Anggota Badan Pelaksana Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Amri Yusuf mengungkapkan jika skema yang ditetapkan pemerintah tetap sama yakn 60:40 atau jemaah hanya menanggung 40 persen dari total biayahaji, maka nilai manfaat tidak akan bertahan hingga 2027.

"Pada tahun itu akan ada dua kali keberangkatan haji, itu Januari dan Desember, karena pada tahun itu akumulasi kita sudah berkurang nilai manfaatnya cuma (bisa memenuhi) 1 kali (haji), tapi dia harus subsidi 2 kali keberangkatan," kata Amri pada CNNIndonesia.com, Jumat (3/2) lalu.

Untuk menjaga keberlanjutan, menurut Amri, idealnya nilai manfaat yang digunakan untuk membantu meringankan Bipih calon jemaah seharusnya diambil dari perolehan tahun berjalan alias tidak mengambil jatah jemaah tunggu.

Terlebih, apabila nilai manfaat yang digunakan lebih sedikit dari imbal hasil yang diperoleh, maka angka ini bisa menambah dana kelola. Artinya, angka yang diinvestasikan BPKH akan semakin besar dan berpotensi meningkatkan perolehan imbal hasil ke depan.

Sebaliknya, menurut Amri, jika penggunaan nilai manfaat terus berlangsung eksesif maka aset yang dimiliki BPKH akan semakin turun dan keberlanjutan untuk jemaah tunggu akan semakin mengecil.

Amri juga mengingatkan soal tren pertumbuhan pendaftaran jemaah haji baru cenderung melambat, utamanya sejak pandemi covid-19. Pada 2022 hanya sekitar 300 ribu orang yang mendaftar haji, pada 2021 bahkan hanya sekitar 280 ribu.

Jumlah ini berbanding terbalik dibandingkan 2012-2013 yang mengalami eskalasi daftar tunggu usai kebijakan daftar sepanjang tahun dan kemudahan perbankan untuk dana talangan haji. Angka pendaftar haji sebelum pandemi bisa mencapai 700 ribuan orang.

"Sebenarnya orang yang punya kemampuan ekonomi untuk berhaji itu data kita ada sekitar 12 juta orang, yang potensial. Jadi kalau lihat statistik kemampuan ekonomi, keinginan dia, itu ada 12 juta, ini data potensi. Tapi sekarang yang daftar cuma 300 ribu," kata Amri.

Ia juga menyorot sejumlah calon jemaah ikut menarik setoran awalnya dari BPKH. Jumlah calon jemaah yang menarik uang setoran awalnya ini bisa mencapai 60 ribu-80 ribu orang atau senilai Rp1 triliun tiap tahunnya. Alasannya beragam seperti memilih program haji plus maupun umrah.

Kondisi ini juga mempengaruhi keuangan haji yang dikelola BPKH.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Kenaikan Biaya Bertahap


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :

TOPIK TERKAIT