ANALISIS

Jokowi, Bansos dan Target Penurunan Kemiskinan Ekstrem 0 Persen

CNN Indonesia
Selasa, 11 Apr 2023 07:40 WIB
Target Jokowi dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024 cenderung ambisius dan irrasional. Apalagi yang Jokowi andalkan hanya bansos saja.
Target Jokowi dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024 cenderung ambisius dan irrasional. Apalagi yang Jokowi andalkan hanya bansos saja. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet menambahkan pemerintah jangan hanya fokus pada bansos. Penurunan kemiskinan ekstrem juga perlu ditinjau dari program penciptaan lapangan kerja.

Yusuf mengungkapkan penciptaan lapangan kerja yang harus digenjot pemerintah adalah sektor formal, di mana bisa memberikan upah sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Hal ini juga harus sejalan dengan efektivitas pembukaan lapangan kerja yang dilakukan pemerintah.

"Salah satu acuan yang kemudian bisa digunakan adalah pembukaan lapangan kerja di sektor manufaktur," saran Yusuf.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di lain sisi, Pengamat Institut of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda geregetan dengan data bansos yang diklaim sebagai permasalahan klasik. Menurutnya, ketidaktepatan sasaran data bansos terus berulang.

Huda menyebut masih ditemukan beberapa kasus data bansos yang tidak valid di masyarakat, yakni masyarakat yang seharusnya mendapat bansos malah tidak, begitupun sebaliknya. Ia pun menekankan pentingnya penggunaan data tunggal dan registrasi sosial ekonomi (regsosek).

"Program bansos ini kan macam-macam, namun kadang tidak semua masyarakat miskin itu dapat. Harusnya setiap warga miskin dapat semua program bansos, tapi karena data yang digunakan berbeda antarinstansi, maka banyak yang miss," tegasnya.

Masalah data bansos yang tidak tepat juga menjadi sorotan Ekonom Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Shofie az Zahra. Ia menyebut program bansos berbasis cash transfer tidak cukup mempan mengentaskan kemiskinan ekstrem.

Menurutnya, pemerintah harus lebih intens memberikan program yang bisa mengentaskan kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat ketimbang hanya fokus pada cash transfer. Pasalnya, kemiskinan adalah masalah multidimensional, tidak cukup diberantas hanya dengan cash transfer.

"Untuk solusi penurunan angka kemiskinan ekstrem, yang utama menurut saya adalah tidak hanya fokus pada cash transfer, tetapi juga perbaikan transparansi dan pengelolaan keuangan di daerah, baik di level desa, kabupaten/kota, atau provinsi. Karena daerah adalah ujung tombak utama yang mengetahui kebutuhan wilayahnya sendiri seperti apa," saran Shofie.

Shofie juga mengkritik skema bansos yang bisa sangat memicu perubahan perilaku penerima bantuan. Menurutnya, bansos bisa saja membuat orang malas kerja dan pada akhirnya bansos belum tentu berdampak lebih lanjut pada kesejahteraan penduduk miskin.

Ia mengatakan orang yang sudah masuk kategori miskin ekstrem tidak akan mudah keluar dari jerat kemiskinan hanya dengan bantuan tunai atau bansos lainnya. Shofie mencontohkan faktor demografi yang berpengaruh pada kemiskinan ekstrem turun temurun.

"Dari keluarga-keluarga yang hidup dengan kemiskinan ekstrem, seberapa banyak yang kemudian melakukan keluarga berencana (KB)? Karena bantuan ini diberikan di level rumah tangga, apabila orang tua di rumah tangga tersebut melahirkan anak terus, maka tidak akan keluar dari garis kemiskinan karena garis kemiskinan dihitung per individu," tandasnya.



(skt/dzu)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER