PT Trimegah Bangun Persada Tbk (TBP) atau Harita Nickel berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 300 MegaWatt peak (MWp) hingga 2025. Pembangunan dilakukan di kawasan pengolahan nikel terintegrasi Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Direktur Health, Safety and Environment (HSE) TBP Tonny H Gultom mengungkapkan rencana itu sejalan dengan dukungan perusahaan terhadap transisi energi dan penerapan prinsip environmental, social, governance (ESG) dalam menjalankan bisnis pertambangan berkelanjutan.
Hal itu juga sejalan dengan target pemerintah menurunkan target emisi gas rumah kaca menjadi 29 persen pada 2030 dan menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) secara bertahap hingga 2060.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyadari kami sedang membangun tetapi kami dihadapkan pada tantangan dunia, tantangan global, di mana harus ada penurunan emisi," ujar Tonny di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Sabtu (8/4).
Saat ini, perusahaan masih menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan sumber energi batu bara untuk operasional smelter nikel. Total kapasitas pembangkit di kawasan berikat itu berkisar 800-900 MW.
Tonny mengungkapkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) menghadapi kendala teknologi dan biaya yang mahal.
Untuk PLTS, perusahaan harus menyediakan lahan yang luas dan terbuka. Sebagai gambaran, untuk menghasilkan listrik 1 MWp, perlu panel surya seluas 1 ha. Artinya, perusahaan perlu lahan setidaknya 300 ha.
Lihat Juga : |
Karenanya, tahun ini, perusahaan tengah mengkaji dan menghitung area potensial yang bisa dipasang panel surya. Salah satu opsi yang bisa dipakai adalah area tumpukan sisa hasil pengolahan nikel di lubang bekas penambangan (tailing dam).
Saat ini, sisa hasil pengolahan nikel perusahaan ditempatkan di lahan bekas tambang (mine out) dalam bentuk limbah tailing kering padat (dry tailing) sesuai Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sejak Juni 2021, setidaknya ada 7,6 juta ton dry tailing yang sudah dibuang di tailing dam pertama perusahaan itu.
"Apabila sudah rata (tailing dam), rencananya kami pasang panel surya yang membutuhkan lahan luas dan terbuka," terang Direktur Operasi TBP Younsel Evand Roos secara terpisah.
Diperkirakan, area tailing dam pertama terisi penuh pada 2025 yang sejalan dengan rencana pemasangan PLTS perusahaan. Namun, PLTS di area lahan bekas tambang itu kemungkinan hanya bisa menghasilkan listrik 70 MW.
Sebagai alternatif, perusahaan melirik opsi untuk memasang panel surya di atap-atap bangunan di kawasan pengolahan nikel terintegrasi itu. Namun, rencana itu masih perlu dikaji lebih lanjut.
"Sebenarnya, saat ini kami juga sudah mulai memanfaatkan energi surya. Misalnya untuk penerangan lampu jalan di kawasan," ujarnya.
Lihat Juga : |
Mengutip laporan terbaru EMBER Global Electricty Review 2023, pertumbuhan PLTS global mencapai 24 persen (245 TWh) pada 2022. Secara keseluruhan porsi energi terbarukan global naik menjadi 39 persen atau melampaui batu bara, 36 persen.
"Pada 2023, angin dan surya dapat mendorong dunia ke era baru penurunan energi fosil sehinggaa bisa menurunkan emisi dari sektor pembangkit," tulis laporan itu.
Kendati demikian, lembaga think tank sektor energi itu menilai laju pertumbuhan energi surya di Indonesia masih lambat. Pada 2021, pertumbuhannya hanya 12 persen atau setara 0,02 TWh.
Analis Senior Ketenagalistrikan Ember Małgorzata Wiatros-Motyka menilai dukungan internasional baru-baru ini, seperti Mekanisme Transisi Energi Bank Pembangunan Asia dan dana US$20 miliar dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP), telah menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mendorong EBT di Indonesia.
"Dengan dukungan ini, kini saatnya bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada 2030 dan memenuhi ambisi energi terbarukannya," ujar Wiatros-Motyka dalam laporan itu.