Sementara itu, Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menuturkan pemerintah perlu mengkaji ulang rencana untuk menaikkan tukin para PNS.
Ada tiga alasan mengapa ia mengusulkan hal tersebut.
Pertama, pemerintah mesti mengukur efektivitas dari alokasi belanja fiskal kenaikan tukin PNS ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah lembaga kementerian/lembaga tersebut memberikan kontribusi sangat besar terhadap kinerja pemenuhan target pengelolaan pemerintah (good governance) dalam mendukung mencapai target pembangunan? Baik pembangunan sosial, ekonomi, atau lainnya.
Kedua, pemerintah harus fokus pada belanja pembangunan ekonomi yang justru menjadi penting, terutama membangun sektor-sektor ekonomi.
Ketiga, pemerintah perlu menghindari belanja pegawai yang berlebihan.
"Karena saat ini belanja fiskal hendaknya memberikan imbal balik terhadap pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas," tutur Rizal.
Apalagi, kondisi fiskal dengan ruang yang sempit. Karenanya, ia menekankan pemerintah harus konsentrasi terhadap pembangunan ekonomi yang lebih berkualitas.
Tidak hanya mendorong konsumsi yang lebih tinggi, tetapi juga membelanjakan fiskal yang memberikan nilai tambah terhadap pertumbuhan yang ekspansif.
"Kebijakan ini (kenaikan tukin PNS) mesti dipertimbangkan efektivitas terhadap kinerja kelembagaan juga kinerja ekonomi. Terutama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi," imbuh Rizal.
Jika pemerintah bersikukuh mengerek tukin PNS, Rizal mewanti-wanti agar hal itu diiringi oleh kinerja yang lebih baik.
Kinerja itu tidak hanya pada aspek pelayanan administrasi pemerintahan, tetapi kebijakan sektoral yang mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan sektor ekonomi yang menjadi tupoksinya.
Menurut Rizal, jika hal itu tidak dilakukan, kenaikan tukin hanya meningkatkan belanja pegawai tanpa memperbaiki kontribusi kinerja kementerian/lembaga terhadap kualitas layanan publik dan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, ia mengatakan efektivitas kinerja PNS setelah kenaikan tukin pun kelak bisa dibuktikan dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP), di mana Indikator Kinerja Utama (IKU)-nya tercapai atau tidak.
Tetapi, setidaknya efektifitas tukin naik ini dipandang masih butuh monitoring agar bisa meningkatkan kinerja kementerian/lembaganya.
"Monitoring dalam capaian IKU kementerian dan juga individu pegawai menjadi penting. Tidak bisa serta merta tukin naik tanpa ada perbaikan kinerja," tegas Rizal.
Setali tiga uang, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pemerintah kudu mengukur seberapa jauh kenaikan tukin bisa mengerek kinerja dari PNS itu sendiri.
Menurutnya, apabila kenaikan ini kemudian tidak diiringi dengan perbaikan kinerja atau dengan bahasa yang lebih mudah, output dan outcome yang diberikan oleh PNS itu ternyata dibawa ketentuan, maka sebenarnya ini bisa diklasifikasikan sebagai peningkatan beban dari anggaran belanja pemerintah.
Sebaliknya, jika ternyata kenaikan tukin ini kemudian bisa mendorong PNS untuk bisa lebih banyak berkontribusi dan lebih produktif, maka tidak menjadi beban. Sebab, posnya kemudian dialokasikan secara efektif.
"Oleh karena itu menurut saya esensial kemudian melihat kemudian bagaimana pemerintah mengukur perubahan kinerja yang akan diberikan PNS setelah pemerintah menaikkan gaji dan tukin ini," kata Yusuf.
Lebih dari itu, kata dia, pemerintah juga perlu menjalankan kebijakan untuk menyesuaikan rasio PNS yang bekerja dan kebutuhan pelayanan publik.
Selama ini pemerintah telah beberapa kali melakukan moratorium penerimaan PNS. Menurutnya, hal itu harus terus dilakukan dengan tujuan agar rasio PNS itu tidak berlebihan terhadap pelayanan.
Apalagi, ruang belanja yang dibutuhkan untuk belanja pegawai itu relatif sangat besar jika dibandingkan dengan pos lain yang sebenarnya punya kapasitas ataupun potensi dalam mendorong perekonomian.
Yusuf mencontohkan pos yang memiliki potensi lebih untuk mendorong ekonomi adalah belanja modal ataupun subsidi.
"Makanya menurut saya pemantauan rasio ideal jumlah PNS dan pelayanan publik yang akan mereka lakukan itu menjadi penting untuk mengukur seberapa cukup atau tidaknya jumlah PNS yang kemudian perlu disediakan oleh pemerintah," tandasnya.