Menteri Keuangan Sri Mulyani membongkar tantangan yang dialami Indonesia dalam memensiunkan dini PLTU batu bara.
Hal itu ia ungkapkan saat mengikuti rangkaian Paris Summit 2023. Dalam kegiatan itu, ia menghadiri diskusi mengenai Private Capital Mobilization for Climate Investments di negara berkembang yang mempertemukan para pimpinan bank pembangunan multilateral, pemimpin lembaga keuangan yang tergabung di GFANZ (Glasgow Financial Alliance for Net Zero), dan para pejabat pemerintah terkait.
Melalui diskusi itu, ia ikut berdiskusi soal berbagai model dan pendekatan yang paling efektif untuk menggerakkan investasi swasta pada bidang iklim, khususnya di negara berkembang. Termasuk juga kata Sri Mulyani soal tantangan yang dihadapi dalam memensiunkan dini PLTU batu bara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan berkaitan tantangan ada beberapa hal yang dihadapi. Pertama, sektor swasta memiliki kendala untuk bisa berpartisipasi karena berkaitan dengan taxonomy perpajakan.
"Ini yang harus kita atasi," katanya melalui akun instagramnya @smindrawati, Jumat (23/6).
Tantangan kedua, menyangkut cost of borrowing yang terhitung masih tinggi.
"Selain itu, investasi dalam infrastruktur untuk mendistribusikan energi juga perlu menjadi perhatian," katanya.
Pemerintah memang berencana memensiunkan dini PLTU batu bara.Tapi, biaya yang dibutuhkan cukup besar.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pernah menyatakan dibutuhkan investasi senilai US$8,58 miliar atau setara Rp123,37 triliun (kurs Rp14.379) untuk melakukan pensiun dini atau early retirement 5,5 juta gigawatt PLTU di Indonesia sebelum 2030.
"Penutupan dini PLTU memerlukan dukungan investasi 5,5 juta gigawatt PLTU yang akan ditutup sebelum 2030 dengan investasi US$8,58 miliar," imbuhnya pada Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2).
Meski butuh dana besar, namun Luhut menekankan bahwa pemerintah tetap pada komitmennya mewujudkan target pengurangan emisi atau nol emisi lebih awal pada 2060.
(agt/dzu)