Jakarta, CNN Indonesia --
Gemerlap pusat perbelanjaan andalan Ibu Kota Jakarta kini mulai redup. Satu per satu mulai sunyi. Seperti Mal Blok M yang dulu pernah menjadi andalan muda mudi ibu kota. Kini sepi bak kota mati.
CNNIndonesia.com mencoba mengunjungi mal-mal yang bak kota zombie itu.
Ada Plaza Semanggi, Pasaraya Grande, hingga Mal Blok M yang hits dengan label 'Mal Bawah Tanah'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Plaza Semanggi
Bahu beradu lumrah di tengah ramainya Plaza Semanggi dahulu kala. Bahkan, kaki kerap berat melangkah imbas sesaknya mal di bilangan Jakarta Selatan ini. Sayang, semua hanya kenangan.
Saat tiba di mal itu, suasana dingin sudah terasa. Bahkan, genangan air membanjiri lahan parkir mal ini.
Masuk dari pintu barat, terdengar langkah salah satu pedagang yang menyeret tumpukan barang dagangannya. Ia terburu-buru membuka tokonya seakan tak rela kehilangan satu pun pembelinya.
Langkah sang wanita diikuti jejak kaki putranya. Remaja tanggung itu cekatan memikul barang dagangan sang ibu yang ternyata berupa pakaian muslim.
"Jangan lupa salat ya," kata pedagang wanita tersebut menitipkan pesan kepada putranya yang beranjak pergi.
Penulis pun bergegas mengitari lantai dasar Plaza Semanggi. Bagaikan tawaf, tujuh putaran berlalu ternyata tak mengubah jumlah pedagang yang melapak. Jari tangan penulis tak kesulitan menghitung aktivitas manusia di sini.
Sampai pada akhirnya penulis menghampiri salah satu toko pakaian muslim. "Iya di sini sepi. Bukan karena masih pagi, tapi memang cuma segini toko yang buka," tutur pedagang itu.
Pantauan penulis, hanya kurang dari 10 toko yang bercahaya. Sisanya tertutup rapat, gelap, dipenuhi debu tebal.
Suara napas penulis bahkan terdengar jernih di lantai ini. Namun, kesunyian pecah ketika ada sesosok perempuan paruh baya tampak sibuk merapikan baju dagangannya.
Namanya Euis. Wanita 57 tahun itu mengaku sudah lima tahun melapak di Plaza Semanggi. Menurutnya, mal ini berubah selaiknya sarang zombie sejak pandemi covid-19 menyerang.
"Omzet bukan turun lagi, dahsyat. Bukan berapa persen lagi turunnya. Dulu nih ya, sebelum pandemi itu jam 12 siang saya sudah dapat Rp1 juta. Sekarang, sebulan baru dapat itu Rp1 juta, ya mentok Rp1,5 juta. Jauh banget, ribuan persen kali turunnya," curhat Euis sembari menyeka matanya yang berkaca-kaca.
Ia mengaku rindu sahut-sahutan pedagang di Plaza Semanggi. Euis menceritakan teman sejawatnya yang tak kunjung kembali berniaga meski covid-19 sudah mereda.
Meski hatinya sedih, ia tetap percaya pintu rezeki akan selalu terbuka. Euis juga bersyukur pihak pengelola mal mau berbenah. Menurutnya, Plaza Semanggi tengah dalam masa renovasi dengan niat melahirkan konsep baru yang lebih segar.
"Alhamdulillah manajemennya bijaksana. Harga sewa toko sih seragam ya, mau yang lama atau baru. Tapi sekarang untuk sewa dibebaskan, gratis. Cuma servis sama listrik kita yang bayar. Itu sudah sejak pandemi sampai sekarang, dari 2019 itu," tuturnya.
"Kita kan sekarang yang buka cuma sedikit. Jadi sama-sama saling bantu kan. Enggak ada lebih dari 10 toko ini, makanya saling bantu. Kita sebenarnya sudah engap-engapan juga," imbuhnya.
Ternyata kesunyian tak hanya timbul di lantai dasar. Suasana mencekam bahkan terasa di lantai 3A. Ada sudut di lantai tersebut yang tampak terbengkalai, lengkap dengan tumpukan debu, lubang di papan eskalator, hingga suasana pengap.
Beberapa eskalator di mal ini tak berfungsi normal.
Setiap kaki melangkah, sama sekali tak ada sahut-sahutan pedagang yang beradu menarik calon pembeli. Wajar saja, rata-rata toko tak berpenghuni, lengkap dengan rolling door tertutup rapi.
Bukan nama toko yang terpampang di rolling door Plaza Semanggi, melainkan secarik kertas iklan bertuliskan 'Dijual/Disewakan'.
2. Pasaraya Grande
Pusat perbelanjaan satu ini punya sejuta nama, salah satunya Pasaraya Grande. Mal yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini pernah hits pada masanya.
Meski masih ada aktivitas hilir mudik di kawasan ini, namun itu semua tak didominasi oleh transaksi penjualan produk Pasaraya.
Sejauh mata memandang, keramaian itu dipenuhi oleh para karyawan yang tengah melepas penat.
Berdasarkan papan informasi, mal ini dibagi menjadi dua bagian yakni Gedung A dan B.
Gedung pertama menjajakan tas, kosmetik dan parfum, hingga area pameran. Sedangkan Gedung B menyediakan pakaian muslim hingga sejumlah tempat untuk ngopi cantik.
Buah karya dari kain batik banyak tersedia di mal satu ini. Namun, para penjaja tampak tertunduk lesu menanti kehadiran pembeli.
"Silakan batiknya kak, cari apa?" ujar penjual di salah satu toko bersemangat ketika terdengar derap langkah mendekat.
Namun, ada keanehan yang penulis temukan. Ketika dua lantai masih tersedia beberapa buah tangan Pasaraya, lantai ketiga dan keempat tampak gelap gulita. Namun, lantai-lantai di atasnya agak lebih bersinar.
Eskalator menuju lantai tiga juga tak berfungsi, meski ada lift yang digunakan untuk naik ke atas.
Saat menyentuh tombol lift, petugas keamanan memberi tahu bahwa lantai tiga ke atas tak bisa diakses publik dengan mudah.
Sebab, sudut-sudut gedung pencakar langit itu digunakan sebagai kantor e-commerce yang bergerak dalam bisnis logistik yakni Gojek.
"Hanya dua lantai ini saja sekarang yang dipakai Pasaraya. Lantai tiga tidak ada apa-apa. Sisa lantai atasnya sekarang dipakai kantor Gojek," jelas security tersebut.
3. Mal Blok M
Sehari sebelumnya, Selasa (4/7), CNNIndonesia.com juga mengunjungi Mal Blok M. Pusat perbelanjaan di dekat Pasaraya Grande.
'Mal Bawah Tanah' ini sempat jadi kawasan favorit muda-mudi di era 90-an. Namun, semuanya berubah, terutama selepas pandemi covid-19.
Padahal, lokasi pusat perbelanjaan ini cukup strategis karena satu kawasan dengan Terminal Blok M, Jakarta Selatan. Bahkan, akses menuju pusat perbelanjaan ini semakin mudah berkat eksistensi Stasiun MRT Blok M.
Kawasan sekitar Blok M memang masih cukup ramai, khususnya di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, yang menjadi spot favorit anak muda Jakarta menikmati senja. Banyak juga pengunjung yang mampir ke kuliner kaki lima.
Namun, hawa sepi mulai terasa ketika melangkah ke salah satu mal di sana, Blok M Square. Mal yang terdiri dari lantai basement hingga lantai 7 ini menawarkan kesan hening yang beragam.
Ada banyak toko buku, penjahit, penjual obat dan alat kesehatan, hingga jasa percetakan di lantai basement. Akan tetapi, tak lebih dari dua puluh pengunjung mampir di lantai ini. Beberapa penjual tampak sibuk mengemas buku-buku pesanan.
Beranjak ke lantai dasar atau ground, ada macam-macam barang teknik, tekstil, hingga sayur dan buah-buahan. Keriuhan juga tak tampak di lantai ini karena para penjual tampak nyaman bermain ponsel imbas tak ada pelanggan menghampiri.
Hiruk pikuk di lantai upper ground pun sama. Penjual emas, perhiasan, dan optik tampak sepi dan minim transaksi. Wajar jika suara mereka tiba-tiba lantang saat mendengar derap langkah pengunjung.
Secercah harapan tak kalah besar disuarakan pedagang di lantai 1 hingga 7. Seperti Lela, pedagang perlengkapan gadget dan elektronik yang bermarkas di lantai 3A.
Lela menuturkan banyak rekan sejawatnya yang gulung tikar karena covid-19.
"Kalau sebelum covid-19, biasanya penjualan kami banyak. Misal per hari itu bisa kejual ribuan barang, mulai dari casing HP, powerbank, earphone, banyak deh. Sekarang nembus ratusan saja susah," keluh Lela.
Selain Lela, ada juga Farhan penjual pakaian muslim yang mengaku penjualan tokonya tergerus kehadiran online shop.
Menurutnya, pembeli menjadi malas datang langsung ke toko karena cukup 'bermain jari' saat ingin berbelanja.
Bahkan, Farhan menyebut keberadaan TikTok Shop andil besar terhadap penurunan laba tokonya.
"Dulu orang tua yang pegang, sekarang saya. Saya sekarang generasi kedua hitungannya. Sepi banget sekarang, beda sama dulu. Ini gara-gara covid-19, banyak toko yang tutup juga," jelas Farhan.
"Padahal, toko online tuh cuma jeprat-jepret saja. Mereka kasih foto nih satu yang paling bagus, tapi pas barang sampai, belum tentu sesuai di foto. Istilahnya tipuan kamera gitu," imbuhnya.
Jeritan Lela dan Farhan memang benar adanya. Sepanjang mata memandang di Mal Blok M dan Blok M Square, banyak toko tutup.
Sangking banyaknya, jari tangan tak sanggup lagi menghitung jumlah rolling door toko yang tertutup rapi.
Pada rolling door toko-toko yang gulung tikar tersebut ditempel secarik kertas bertuliskan 'Dijual' atau 'Disewakan', lengkap dengan nomor narahubungnya, mencari 'tuan' baru.
[Gambas:Video CNN]