DPR Desak Kemenkeu Bentuk Satgas Tagih Dana Transisi Energi Rp314 T
Komisi VII DPR RI mendesak Kementerian Keuangan membentuk satuan tugas (satgas) untuk menagih komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$20 miliar atau Rp314 triliun.
Mulanya, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKB Ratna Juwita Sari mempertanyakan apakah Kemenkeu punya satgas tersebut. Akan tetapi, pertanyaan Ratna tak dijawab oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu.
"Pak Febrio, di Kemenkeu itu ada tidak ya satgas khusus yang memiliki tugas 'menagih' komitmen dari negara-negara internasional?" tanya Ratna dalam rapat kerja dengan pemerintah di DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (20/11).
"Saya berharap bahwa lembaga atau satgas ini jalannya bisa agak agresif supaya komitmen yang sudah disampaikan negara-negara besar tersebut juga segera kita peroleh dan menjadi sumber pendanaan yang besar juga untuk peningkatan transisi energi maupun pengurangan emisi di Indonesia," tegasnya.
Desakan Ratna itu dipertegas oleh Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto. Politikus NasDem itu mencontohkan komitmen negara maju dalam bentuk JETP.
Sugeng mempertanyakan hasil dan tindak lanjut dari kesepakatan JETP dari KTT G20 di Bali.
"US$20 miliar kan besar. Karena kalau kita dengar dari versi PT PLN (Persero) syarat-syaratnya tidak mudah, bahkan lantas menjadi semacam ketidakmandirian dan sebagainya," beber Sugeng.
JETP adalah janji dari negara maju alias G7 untuk mendanai transisi energi Indonesia. Pendanaan JETP sebesar Rp314 triliun disepakati dalam KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu.
Sayang, pendanaan tersebut ternyata bukan berbentuk hibah, melainkan pinjaman alias utang.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini juga menyindir negara maju. Menurutnya, pendanaan transisi energi dari Amerika Serikat Cs hanya menambah beban utang baru bagi negara miskin dan berkembang.
"Namun, kita tahu semuanya sampai saat ini, sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim (transisi energi) masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang," kata Jokowi dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11).
"Kita tahu dunia kini tengah sakit. Perubahan iklim dan transisi energi adalah isu yang sangat-sangat mendesak. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah negara-negara di dunia memiliki komitmen untuk bertanggung jawab dan mengambil peran?" tanya sang Kepala Negara.