Pada 2021, mantan anggota IV BPK Rizal Djalil divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsidier tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Rizal dinilai terbukti menerima S$100 ribu atau sekitar Rp1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Rizal disebut telah mengupayakan PT Minarta menjadi pelaksana proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria Paket 2 pada Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada 2018, Jaksa Penuntut Umum menuntut auditor BPK Ali Sadli 10 tahun penjara dan dengan Rp300 juta subsidier enam bulan kurungan. Ali dinilai terbukti menerima suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Ali juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp325 juta subsidier satu tahun kurungan. Jaksa menyatakan perbuatan Ali tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu Ali dinilai sengaja memanfaatkan jabatan untuk memperoleh kekayaan bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Kendati demikian, jaksa mempertimbangkan sikap Ali yang mengakui menerima uang, untuk meringankan tuntutan.
Dalam perkara ini, Ali didakwa menerima suap Rp240 juta dari pejabat Kemendes terkait opini perolehan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selain suap, jaksa juga mendakwa Ali menerima gratifikasi. Penerimaan gratifikasi itu diduga disamarkan dalam berbagai aset untuk menutupi asal-usulnya.
Dalam kasus yang sama dengan Ali, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidier empat bulan kurungan pada mantan auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri.
Dalam perkara ini, Rochmadi didakwa menerima suap bersama auditor BPK Ali Sadli sebesar Rp240 juta dari pejabat Kemendes Sugito dan Jarot Budi Prabowo. Suap itu diduga terkait pemberian opini WTP terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Selain menerima suap, jaksa juga mendakwa Rochmadi menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang senilai Rp3,5 miliar. Uang itu digunakan Rochmadi untuk membeli sebidang tanah kavling seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence KE/1-15, Bintaro, Tangerang dari PT Jaya Real Property dalam kurun waktu 2014.