ANALISIS

Kenapa Pentolan dan Pegawai BPK Banyak Tersangkut Suap dan Korupsi?

CNN Indonesia
Selasa, 28 Nov 2023 07:08 WIB
Sejumlah pucuk pimpinan hingga anggota BPK tersangkut kasus suap dan permainan audit laporan keuangan pemerintah. Apa sebabnya?
Sejumlah pucuk pimpinan hingga anggota BPK tersangkut kasus suap dan permainan audit laporan keuangan pemerintah. Ilustrasi. (Detikcom/Muhammad Fida Ul Haq).
Jakarta, CNN Indonesia --

Penyalahgunaan keuangan kerap terjadi di dalam tubuh lembaga negara. Mirisnya, kasus tersebut juga terjadi di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal ini sungguh menjadi ironi. Pasalnya, BPK seharusnya bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Belakangan sejumlah pucuk pimpinan hingga anggota BPK tersangkut kasus suap dan permainan audit laporan keuangan pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbaru, pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya terlibat kasus dugaan suap Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso. Terdapat tiga orang yang menjadi tersangka.

Ketiga orang itu yakni Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya Patrice Lumumba Sihombing; Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Daya Abu Hanifa; dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung.

Patrice Lumumba Sihombing, Abu Hanifa dan David Patasaung sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam operasi senyap pertengahan November 2023 lalu, tim Komisi Pemberantasan (KPK) menemukan dan mengamankan uang tunai sejumlah sekitar Rp1,8 miliar dan satu unit jam tangan merek Rolex.

Selain ketiga orang itu, KPK  memanggil Anggota VI BPK Pius Lustrilanang dalam kasus yang sama. Pius sendiri diperiksa sebagai saksi.

KPK menyita sejumlah dokumen, catatan keuangan dan bukti elektronik saat menggeledah ruang kerja Pius pada Rabu (15/11).

Penggeledahan tersebut dilakukan setelah sebelumnya tim KPK menyegel ruang kerja Pius. Saat itu, Pius disebut sedang berada di Korea Selatan.

Belum diketahui keterkaitan Pius dengan kasus dugaan korupsi yang sedang diusut di Sorong.

Tak hanya kasus di Sorong, unsur BPK juga terlibat dalam kasus korupsi berskala nasional. Masih di November ini, Kejaksaan Agung menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan menara BTS 4G Kominfo.

Achsanul menjadi tersangka ke-16 dalam kasus dugaan korupsi Menara BTS 4G Kemenkominfo.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi menyebut Achsanul dijerat Pasal 12 b 12 e atau pasal 5 ayat 1 jo pasal 15 uu tipikor atau pasal 5 ayat 1 tentang Pencegahan dan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dia menjelaskan bahwa Achsanul diduga menerima uang Rp40 miliar di sebuah hotel di Jakarta Pusat pada Juli 2022 lalu.

"Diduga telah menerima Rp40 miliar dari IH melalui saudara SR dan WP," kata Kuntadi, Jumat (3/11).

Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pernah mengkritik peran BPK. Ia merasa keberatan karena tidak ada pihak ketiga yang mengawasi lembaga itu.

Sebab, apabila BPK sudah mengambil keputusan, maka tidak ada pihak yang berani melawannya.

Ahok bahkan mengungkapkan apabila ingin mengajukan keberatan, maka dapat diproses melalui badan kehormatan di BPK. Ia menilai hal tersebut tidak adil karena keberatan diajukan kepada badan yang mengawasi kinerja BPK itu sendiri.

Akibatnya, terdapat oknum yang memanfaatkan celah tersebut. "Jadi, ada kesan begini 'tenang kalo BPK sudah periksa dan dinyatakan tidak ada kerugian, aman lah kita," jelasnya pada akhir 2021 lalu.

Ahok, kemudian, menceritakan pengalamannya ketika dipanggil BPK terkait lahan untuk pembangunan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurutnya, saat itu BPK mempertanyakan kerugian negara akibat membeli lahan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tinggi. P

asalnya, menurut BPK, seharusnya Ahok sebagai gubernur dapat menentukan NJOP dengan nilai yang lebih rendah agar tidak menimbulkan kerugian negara.

Ia pun membalas bahwa kewenangan menentukan NJOP adalah Kementerian Keuangan. Ia justru membalas dengan kerugian negara yang dihasilkan dari penggunaan layanan jasa notaris dalam mengurus tanah. Padahal, menurutnya, dalam aturan tertentu mengatur tanah yang dibeli pemerintah tidak perlu menggunakan notaris.

"Untuk pembelian tanah atau apapun kepentingan publik tidak perlu notaris atau PPAT, ada keputusan dari BPN, enggak perlu pake notaris. Kenapa masih banyak pemda anggarkan 2 hingga 3 persen notaris, padahal jelas nggak perlu," jelasnya.

Ahok pun mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia mengungkapkan salah satu indikator perlunya UU BPK direvisi lantaran oknum BPK masuk bui karena bermain dengan pejabat publik tertentu.

Lantas, apa sebenarnya pemicu anggota hingga pimpinan BPK terlibat kasus suap dan permainan audit laporan keuangan pemerintah?

Bersambung ke halaman berikutnya...

Tak Punya Badan Pengawas

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER