Jepang dan Inggris resmi jatuh ke jurang resesi ekonomi. Bahkan, Jepang sampai kehilangan posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia dan disalip Jerman.
Pertumbuhan ekonomi Negeri Sakura negatif dalam dua kuartal berturut-turut, yakni minus 3,3 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III 2023 dan turun 0,4 persen yoy di kuartal berikutnya. Ini merupakan indikator perekonomian suatu negara berada dalam resesi teknis.
Tak jauh beda, ekonomi Inggris juga memble dalam dua kuartal beruntun. Pada kuartal III 2023 perekonomian Inggris terkontraksi 0,1 persen dan berlanjut di kuartal IV 2023 yang minus 0,3 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senior Quantitative Analyst BSI Institute Kurniawati Yuli Ashari mewanti-wanti dampak buruk pelemahan ekonomi dua negara maju tersebut. Ia secara spesifik menyoroti Jepang yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.
"Terkait dengan pelemahan perekonomian Jepang, kami memandang dampak ke Indonesia yang cukup langsung dapat terlihat dari jalur perdagangan dan investasi, mengingat Jepang adalah salah satu partner dagang terbesar Indonesia, selain Tiongkok dan AS," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/2).
Wanita yang akrab disapa Nia itu juga menyinggung soal foreign direct investment (FDI). Ia mengatakan investasi asing langsung dari Jepang ke Indonesia cukup besar, setelah Singapura dan Hong Kong.
Kondisi yang tak baik-baik saja di Jepang dipastikan bakal memberi dampak negatif ke perekonomian tanah air.
"Pelemahan perekonomian Jepang berpotensi memberi spillover negatif bagi perekonomian domestik, terutama dari kinerja ekspor," wanti-wanti Nia.
"Ini sejalan dengan permintaannya (dari Jepang) yang berpotensi turun dan juga dari sisi pengembangan struktur perekonomian kita karena terkait dengan sumber investasi," tambahnya.
Untuk memitigasi hal tersebut, Nia menyarankan pemerintah harus mengambil jalan diversifikasi. Ini bisa ditempuh dengan mencari opsi negara tujuan ekspor baru hingga sasaran investor anyar.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan Indonesia punya share yang relatif kecil terhadap perekonomian global. Meski ada dampak ke tanah air, resesi Jepang dan Inggris tidak akan signifikan.
Meski begitu, Yusuf menyebut Indonesia tetap harus menyimpan perhatian besar terhadap kondisi di dua negara maju ini. Utamanya, kepada Jepang yang merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Ia juga mewanti-wanti dampak tidak langsung yang terjadi dari pelemahan ekonomi Jepang. Yusuf mengatakan ada potensi rambatan pelemahan ekonomi imbas Jepang dan AS yang berhubungan kental dalam perdagangan internasional.
Jika ekspor AS ke Jepang menurun, kinerja ekonomi Negeri Paman Sam itu juga akan merosot.
"Amerika Serikat merupakan salah satu negara penyumbang utama ekonomi global sehingga melemahnya ekonomi AS juga akan ikut melemahkan ekonomi negara-negara berkembang, seperti Indonesia," ucap Yusuf.
"Selain dampak melalui perdagangan internasional, saya kira dampak juga bisa diberikan kepada pasar keuangan melalui sentimen di pasar keuangan. Meskipun demikian, menurut saya sentimen di pasar keuangan sifatnya sementara dan dalam jangka pendek. Tetapi, tentu juga menjadi hal yang perlu diantisipasi di tengah upaya untuk menjaga stabilitas pasar keuangan di Indonesia yang ada kaitannya dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," tambahnya.
Untuk itu, Yusuf meminta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk guyub dan melihat lebih dalam dampak resesi Jepang dan Inggris terhadap sektor keuangan, terutama untuk jangka pendek dan menengah.
Ia juga meminta Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan melihat perlukah adanya penyesuaian suku bunga acuan atau kebijakan moneter lain. Selain itu, Yusuf menyinggung soal pemberian insentif tertentu dari pemerintah maupun kebijakan fiskal lain.
Bersambung ke halaman berikutnya...