Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute sekaligus pengamat ekonomi digital Heru Sutadi melihat jelas ada karpet merah untuk Elon Musk. Pemerintah Indonesia seakan menganakemaskan Space X yang mempunyai produk Starlink tersebut.
"Kalau kita dengar ceritanya kan ini sebagai upaya meyakinkan Elon Musk untuk investasi ekosistem mobil listrik (Tesla) di Indonesia," kata Heru kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/6).
"Elon Musk seolah agak enggan investasi karena bisnis Starlink seakan terhambat regulasi untuk bisa jualan langsung ke pengguna. Nah, ini kemudian dijawab dengan dikeluarkannya izin Starlink dengan harapan investasi Elon Musk di Indonesia segera terealisasi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Heru ragu bakal terjadi persaingan usaha tidak sehat dengan pengusaha lokal. Ketakutan ini tidak akan terjadi jika pemerintah memberikan hak dan kewajiban yang sama, antara Starlink dengan pemain internet lokal.
Heru justru memprediksi bisa muncul peluang kompetisi yang menarik. Kompetisi sehat yang terus dijaga bahkan bakal bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
"Kalau kompetisi tidak sehat, pelaku telekomunikasi, baik internet service provider (ISP) dan seluler perlahan akan tergerus dan dalam jangka menengah akan ada yang collaps. Sehingga pengawasan kompetisi sehat harus terus dilakukan," pesan Heru.
Secara teknis, ia menjelaskan teknologi satelit dengan teknologi serat optik dan seluler punya keunggulan serta kelemahan masing-masing. Dengan begitu, teknologi dan layanan yang diberikan bakal saling mengisi atau menjadi komplementer satu dengan lainnya.
Heru mencatat pengguna Starlink di dunia saat ini baru mencapai 3 juta orang, yakni tersebar di 100 negara. Ia menegaskan ini jauh lebih sedikit dari pengguna seluler Indonesia yang mencapai 353,3 juta, alias 100 kali lipat lebih banyak dari layanan Starlink.
"Artinya, tidak mungkin Starlink akan bisa menggantikan seluler sepenuhnya, bisa collaps layanan mereka. Sebab, ada korelasi antara jumlah pengguna dengan kecepatan internet yang mereka berikan," tegas Heru.
"Jadi, impossible layanan Starlink bisa menggantikan layanan seluler sepenuhnya atau seluler akan punah. Namun, tetap kompetisi sehat harus dijaga. Hak dan kewajiban harus sama, ada equal level playing field," pesannya kepada perumus kebijakan.
Layanan internet Starlink diklaim punya kecepatan tinggi imbas posisi satelitnya yang ada di orbit rendah Bumi. Orbit rendah dipilih demi menjangkau daerah yang tak ada fiber optik atau BTS.
Starlink pertama kali go public pada Januari 2015 lalu. Ini berbarengan dengan pembukaan fasilitas pengembangan SpaceX di Redmond, Washington, Amerika Serikat.
Satelit Starlink pertama kali diluncurkan ke angkasa pada 2019. Satelit ini mengorbit di tiga level ketinggian rendah atau Low Earth Orbit (LEO), yakni setinggi 340 km di atas permukaan Bumi, 550 km, dan 1.200 km.
Sedangkan satelit kebanyakan, termasuk milik pemerintah dan BUMN Indonesia, ditempatkan di orbit yang lebih tinggi alias Geostationary Orbit (GEO).
(pta)