Jakarta, CNN Indonesia --
Underground economy alias aktivitas ekonomi bawah tanah diklaim Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu bisa menjadi sumber penerimaan negara yang baru.
Ia pun mendorong jajaran perpajakan 'memburu' potensi tersebut. Ekonomi bawah tanah diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang luput dari pencatatan statistik resmi atau tidak dilaporkan kepada pemerintah.
Anggito mencontohkan judi bola online sebagai salah satu aktivitas underground economy, yang sekarang digandrungi masyarakat. Ia mengklaim warga Indonesia bebas berjudi bola di Inggris karena tak dilarang di sana, lalu penghasilan tersebut luput dari pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah ada angkanya, kemarin saya juga merinding disampaikan oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi) jumlahnya, onshore dan offshore. Yang melakukan online betting kepada sepak bola di Inggris, orang Indonesia banyak sekali," jelasnya dalam Orasi Ilmiah di Sekolah Vokasi UGM, Sleman, DIY, Senin (28/10).
Apa yang diucapkan Anggito sebenarnya sudah dibocorkan adik Presiden Prabowo Subianto, yakni Hashim Djojohadikusumo. Hashim menegaskan Anggito memang diberi tugas khusus oleh Prabowo untuk menggenjot penerimaan negara.
Hashim menyebut Prabowo memerintahkan Anggito mengumpulkan Rp300 triliun sampai Rp600 triliun per tahun ke kas negara. Ia menegaskan uang sebanyak itu selama ini belum masuk APBN, sehingga Prabowo akan mengejarnya.
"Sebentar lagi akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dari Pak Anggito Abimanyu, wakil menteri keuangan. Akan dilakukan peningkatan dan langkah-langkah penerimaan negara. Kita akan ada program-program yang luar biasa," jelas Hashim dalam Dialog Ekonomi di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
"Yang pakai internet, pemantauan internet, kita akan dapat dari kegiatan-kegiatan yang legal, semi-ilegal, dan ilegal. Kita akan dapat ratusan triliun lagi. Kita sudah hitung bisa sampai Rp300 triliun-Rp600 triliun setiap tahun," tegasnya.
Ia memang tak menyebutnya dengan istilah underground economy. Kata kunci yang dipilih Hashim adalah 'internet' hingga 'kegiatan ilegal'.
Hashim menekankan Prabowo tak segan menutup aktivitas ilegal atau yang tidak baik tersebut. Upaya Anggito Cs bahkan diklaim bisa menambah sekitar 2 persen hingga 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) hingga akhir 2024 ini.
"Saya sebut dapat uang dari pengusaha nakal, ada carbon credit, kebocoran-kebocoran dari dunia maya dan sebagainya akan kita tutupi. Termasuk kegiatan yang tidak baik akan nanti kita tutup. Itu kita hitung bisa dapat tambahan 2 persen-3 persen dari gross domestic product (GDP)," ucapnya.
"Satu persen dari GDP kan Rp220 triliun, GDP kita Rp22 ribu triliun. Dua persen itu Rp440 triliun, tiga persen itu Rp660 triliun. So, kita dengan beberapa langkah sudah bisa dapat 2 persen dan saya yakin (ada tambahan) 3 persen-4 persen tahun depan (2025)," tutur Hashim.
Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu juga pernah menerbitkan Kajian Ekonomi dan Keuangan (KEK) tentang potensi penerimaan pajak dari underground economy pada 2011 lalu.
Kajian tersebut mengambil dua pengertian berbeda tentang underground economy yakni berdasarkan penjelasan Badan Pusat Statistik (BPS) dan definisi dari ekonom sekaligus mantan Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF, Vito Tanzi.
Menurut BPS, ekonomi bawah tanah dibagi menjadi tiga hal. Pertama, kegiatan sektor informal dilakukan pelaku ekonomi yang bekerja sendiri tanpa dibantu orang lain. Kedua, bekerja dibantu pekerja keluarga dan karyawan tidak tetap. Ketiga, pekerja bebas pada sektor pertanian dan luar pertanian.
Sedangkan Vito Tanzi (1983) mendefinisikan underground economy sebagai pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan dan/atau tidak tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak (seperti golongan unreported economy pada definisi menurut Feige).
"Menurut Tanzi, beban pajak merupakan faktor penyebab terjadinya kegiatan underground economy," jelas kajian tersebut, dikutip Selasa (29/10).
Nilai potensi pajak yang tidak dilaporkan dalam kegiatan underground economy (UGE) dicatat terus meningkat. Kajian ini menghitung pada periode 2000 hingga 2009 dengan rata-rata potensi penerimaan Rp20,55 triliun.
Potensi pajak ini dikelompokkan menjadi dua, pertama adalah pelaku usaha yang belum terdaftar pada kantor pelayanan pajak sebagai wajib pajak atau belum punya NPWP. Sedangkan yang kedua adalah para pelaku yang sudah memiliki NPWP.
BKF Kemenkeu menyebut kedua kelompok pelaku tersebut memiliki peluang untuk melakukan penggelapan pajak atau penghindaran pajak (tax evasion).
"Cara yang paling sering dilakukan agar pendapatan tidak mudah terlacak oleh pemeriksa pajak adalah dengan mengecilkan pencatatan penjualan atau penghasilan tunai. Media transaksi uang tunai ini seringkali digunakan karena relatif lebih sulit dilacak apabila dibandingkan dengan transaksi yang melibatkan pihak lembaga keuangan (bank)," sambungnya.
Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) Bank Indonesia juga pernah membahas ekonomi bawah tanah dalam paper terbitan Juli 2016.
Paper ini menyimpulkan selama periode 2001 hingga 2013 rata-rata besarnya underground economy di Indonesia sebesar Rp94.141,25 miliar atau Rp94,14 triliun. Ini sekitar 8,33 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk setiap kuartal.
"Potensi pajak yang hilang akibat aktivitas underground economy di Indonesia periode 2001-2013 rata-rata sebesar Rp11.172,86 miliar (Rp11,17 triliun) atau sekitar 1 persen dari rata-rata PDB Indonesia per kuartal," jelas paper tersebut.
[Gambas:Photo CNN]
Paper itu mengutip klasifikasi underground economy berdasarkan penjelasan Edgar L. Feige. Ada empat golongan yang termasuk aktivitas ekonomi bawah tanah, berikut rinciannya:
1. The Illegal Economy
Ini adalah aktivitas ekonomi tidak sah di dalam pendapatan kegiatan ekonomi, di mana melanggar Undang-undang atau bertentangan dengan aturan hukum. Kegiatannya termasuk memperjualbelikan barang-barang hasil curian, pembajakan, dan penyelundupan sebagai tindakan kriminal yang melanggar UU.
Aktivitas ilegal ini juga mencakup kegiatan perjudian hingga transaksi obat bius dan narkotika sebagai tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum.
2. The Unreported Economy
Diartikan sebagai pendapatan yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Tujuannya adalah menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak.
3. The Unrecorded Economy
Pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah, namun tidak tercatat. Akibatnya, terjadi perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang sesungguhnya.
4. The Informal Economy
Ini adalah pendapatan yang diperoleh para pelaku atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari pihak yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan.
[Gambas:Video CNN]