Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan sejumlah produsen beras telah mulai menarik produk bermerek yang sebelumnya tidak sesuai standar dan mengganti harga jualnya agar sesuai kualitas.
Hal ini disebut sebagai bagian dari perbaikan pasca ditemukannya praktik pengoplosan beras curah yang dijual sebagai beras premium atau medium.
"Alhamdulillah kemarin kami cek, merek yang sudah diumumkan itu sudah mulai sebagian, belum seluruhnya. Itu menarik dan mengganti harganya. Harganya sesuai standar dan kualitasnya sama. Itu yang terjadi ini, sudah ada perubahan. Ini sangat drastis setelah kepolisian," ujar Amran dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amran menyampaikan perbaikan tersebut terjadi setelah Kementan menyampaikan laporan kepada aparat penegak hukum.
Lihat Juga : |
"Kami sudah menyurat, 212 (merek beras) kami menyurat langsung ke Pak Kapolri dan ke Jaksa Agung. Tanggal 10 (Juli) sudah diperiksa, ada 26 merek. Dan menurut laporan yang kami terima, bahwa mereka mengakui," ujarnya.
Ia menyebut dari data yang dihimpun, kualitas beras yang sebelumnya tidak sesuai standar kini mulai berubah.
"Sekarang terjadi ini, pergeseran. Kita bersyukur dari yang tidak sesuai. Ini tidak awalnya, medium. Nah, tapi ini medium yang tidak sesuai 91 persen, kemudian yang premium adalah 43 persen. Tapi awalnya ini lebih besar. Jadi sudah ada kesadaran," katanya.
Menurut Amran, salah satu perusahaan telah menyampaikan surat imbauan agar tidak lagi menjual beras yang tidak sesuai antara kualitas dan harganya.
"Kami terima, mengimbau, jangan menjual beras yang kualitasnya tidak sesuai dan harga. Kami sudah terima," ujarnya.
Amran juga menyebut momentum ini dimanfaatkan untuk menata ulang tata kelola perberasan nasional, karena stok beras saat ini dalam kondisi mencukupi.
"Kalau stoknya 1 juta, pasti pemerintah tidak berani melakukan perbaikan. Tapi alhamdulillah stok kita cukup, sehingga kita perbaiki," katanya.
Sebelumnya, Amran menjelaskan indikasi awal pengoplosan beras terungkap dari anomali harga di pasar.
Dalam dua bulan terakhir, harga beras di tingkat petani dan penggilingan turun, sementara harga di tingkat konsumen naik. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional naik 14 persen atau lebih dari 3 juta ton.
Kementan pun melakukan pengecekan terhadap 268 merek beras di 10 provinsi penghasil utama, yang hasilnya diuji di 13 laboratorium termasuk Sucofindo. Hasil pengujian menunjukkan sekitar 85 persen tidak sesuai standar. Beberapa produk juga ditemukan dijual dengan berat kemasan kurang dari yang tertera.
Total potensi kerugian akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp99 triliun dalam satu tahun.
Kementan juga bekerja sama dengan Satgas Pangan dan Kementerian Perdagangan, yang hasil temuannya menunjukkan angka pelanggaran serupa, yakni 90 persen dari sampel yang diuji tidak sesuai standar.
(del/pta)