Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara menanggapi kabar bahwa mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree) Adrian Gunadi tidak tercantum dalam daftar red notice Interpol.
Adrian telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi menegaskan pihaknya sejak awal telah aktif berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, termasuk dalam pengajuan red notice atas nama Adrian Gunadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dapat diinformasikan, sebagai bagian dari upaya tersebut, OJK telah secara aktif berkoordinasi agar saudara AG dicantumkan pada red notice terhitung sejak tanggal 7 Februari 2025 sebagaimana dokumen Interpol Red Notice-Control No.: A-1909/2-2025," ujar Ismail dalam keterangan resmi, Rabu (30/7).
Ismail juga mengatakan OJK akan terus melanjutkan koordinasi dan kerja sama dengan pihak dalam dan luar negeri untuk mendorong pemulangan Adrian ke Tanah Air guna menjalani proses hukum, baik pidana maupun perdata.
Sebelumnya, OJK menyayangkan penunjukan Adrian sebagai CEO JTA Investree Doha Consultancy di Qatar, mengingat yang bersangkutan tengah berstatus tersangka dalam kasus fraud Investree di Indonesia.
"OJK akan meningkatkan dan melanjutkan koordinasi dan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk menyikapi hal tersebut, termasuk memulangkan saudara Adrian ke tanah air," kata Ismail dalam pernyataan tertulis, Jumat (25/7).
OJK telah mencabut izin usaha Investree sejak 21 Oktober 2024 karena pelanggaran ekuitas minimum dan sejumlah pelanggaran lain. Selain itu, OJK juga telah memblokir rekening dan melakukan penelusuran aset milik Adrian.
Adrian Gunadi sebelumnya diketahui melarikan diri ke luar negeri di tengah kasus wanprestasi tinggi yang menimpa Investree. Pada awal 2024, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) perusahaan tersebut tercatat mencapai 16,44 persen, jauh di atas batas maksimal 5 persen yang ditetapkan OJK.
Di tengah status hukumnya yang bermasalah, Adrian diketahui menjabat sebagai CEO JTA Investree Doha Consultancy, anak usaha JTA International Investment Holding. Dalam situs resmi perusahaan yang diakses Jumat (25/7), Adrian digambarkan sebagai "pengusaha berpengalaman" dan "operator global yang memimpin pertumbuhan teknologi finansial di Asia Tenggara."
OJK menyatakan komitmennya untuk terus menindak tegas setiap pelanggaran hukum demi menciptakan industri jasa keuangan yang sehat dan berintegritas.
"OJK akan memastikan setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku akan ditindak tegas sebagai wujud konsistensi dalam menegakkan hukum dan menjaga kepercayaan publik," tegas Ismail.
(del/pta)