Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memberikan usulan kepada pemerintah untuk mengejar 10 pajak baru agar penerimaan negara bisa digenjot.
Mereka menghitung, negara bisa mendapatkan Rp388,2 triliun jika pajak baru itu dipungut.
Usul ini sudah mereka sampaikan ke Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu. Lewat usulan itu, mereka meminta pemerintah tak melulu 'berburu di kebun binatang' dengan fokus menyasar wajib pajak yang sudah teridentifikasi dalam mengejar penerimaan pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS Media Wahyu Askar mengklaim masyarakat hanya mau membayar kewajibannya, andai sistem perpajakan di Indonesia sudah benar-benar adil. Penerimaan negara itu pada akhirnya diharapkan bisa membantu para buruh, pengangguran, hingga anak-anak stunting.
"Kalau kita lihat berdasarkan persentase pendapatan, masyarakat miskin itu membayar lebih banyak secara persentase untuk pajak ketimbang orang super kaya," ungkapnya dalam Launching Riset 'Dengan Hormat, Pejabat Negara: Jangan Menarik Pajak seperti Berburu di Kebun Binatang' di Kantor CELIOS, Jakarta Pusat, Selasa (12/8).
Usul pertama adalah pajak kekayaan. Media menghitung ada potensi penerimaan sekitar Rp81,6 triliun hanya dari pajak 50 orang terkaya di Indonesia.
Kedua, pajak karbon yang diklaim bisa menghasilkan Rp76,4 triliun. Ketiga, pajak produksi batu bara dengan potensi sebesar Rp66,5 triliun.
Keempat, pajak windfall profit dari sektor ekstraktif. Ada potensi penerimaan sekitar Rp50 triliun dari kenaikan laba berturut-turut berkat booming harga komoditas.
Kelima, pajak penghilangan keanekaragaman hayati senilai Rp48,6 triliun. CELIOS menyebut pajak tersebut adalah kompensasi dari kerusakan keanekaragaman hayati yang terjadi di Indonesia.
Keenam, pajak digital yang potensinya senilai Rp29,5 triliun. Ketujuh, peningkatan tarif pajak warisan yang berpotensi menghasilkan Rp20 triliun.
Kedelapan, pajak kepemilikan rumah ketiga sebesar Rp4,7 triliun. Kesembilan, pajak capital gain Rp7 triliun yang didapatkan negara dari keuntungan saham dan aset finansial.
Kesepuluh atau usul yang terakhir adalah cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Opsi ini diklaim bisa meraup penerimaan Rp3,9 triliun, sekaligus mendukung aspek kesehatan.
"Saya yakin seyakin-yakinnya Kementerian Keuangan sudah mengidentifikasi ini, mungkin sudah punya angkanya juga. Tapi ini sengaja kami munculkan ke publik sebagai sebuah perdebatan agar kita bisa melihat secara keseluruhan bahwa ada cara lain, alternatif strategi lain, yang sangat impactful dalam meningkatkan potensi perpajakan kita. Mulai dari pajak kekayaan, pajak karbon, pajak warisan, hingga cukai minuman berpemanis," tandasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengapresiasi kajian CELIOS. Ia mengaku juga baru mendengar beberapa potensi perpajakan tersebut, salah satunya dari biodiversity alias keanekaragaman hayati.
Yon menegaskan usul tersebut akan dikaji lebih lanjut di internal Kementerian Keuangan, termasuk bersama sejumlah stakeholder lainnya.
"Kita perlu dalami lagi beberapa usulan tadi untuk lebih meningkatkan penerimaan pajak kita di berbagai sektor, khususnya yang saya lihat adalah sektor-sektor income tax. Memang tentu kalau ini diimplementasikan dengan baik, ya tentu mudah-mudahan bisa berjalan dengan optimal," timpal Yon.
10 usul pajak dari CELIOS:
1. Pajak kekayaan: Rp81,6 triliun
2. Pajak karbon: Rp76,4 triliun
3. Pajak produksi batu bara: Rp66,5 triliun
4. Pajak windfall profit sektor ekstraktif: Rp50 triliun
5. Pajak penghilangan keanekaragaman hayati: Rp48,6 triliun
6. Pajak digital: Rp29,5 triliun
7. Peningkatan tarif pajak warisan: Rp20 triliun
8. Pajak kepemilikan rumah ketiga: Rp4,7 triliun
9. Pajak capital gain: Rp7 triliun
10. Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK): Rp3,9 triliun
Total potensi penerimaan: Rp388,2 triliun
(skt/agt)