Presiden Prabowo Subianto merombak susunan kabinetnya. Salah satu yang mental dalam perombakan kali ini adalah Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ia digantikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
Purbaya sejatinya bukan orang baru di perekonomian Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum sebagai pimpinan LPS, ia pernah menjadi seorang ekonom dan Staf Luhut Binsar Pandjaitan ketika menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.
Meski bukan orang baru, bisakah Purbaya membawa ekonomi Indonesia selamat dari semua tekanan yang terjadi belakangan ini?
Ekonom INDEF Fadhil Hasan mengatakan Indonesia sekarang ini mengalami masalah fiskal yang rumit dan sulit. Menurutnya, siapa pun pengganti Sri Mulyani akan mengalami masalah itu, termasuk Purbaya.
Ia menilai Purbaya merupakan sosok ekonom yang baik dan paham persoalan. Namun di tengah masalah pelik itu, Purbaya sejatinya bukan pilihan terbaik untuk jadi pengganti Sri Mulyani.
"Dia belum memiliki pengalaman secara langsung mengelola fiskal dan ekonomi secara keseluruhan. Jadi bisa dikatakan dia bukan pilihan terbaik," katanya pada CNNIndonesia.com.
Ia menilai Prabowo sejatinya masih memiliki pilihan lebih baik untuk menjadi Menkeu. Salah satunya Wamenkeu Suahasil Nazara.
"Suahasil sudah pengalaman, paham seluk beluk Kemenkeu, jadi kebijakannya bisa lebih pasti," katanya.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengatakan pergantian Sri Mulyani dengan Purbaya perlu dibaca dalam dua dimensi, teknokratis dan politis.
Dari sisi teknokratis, Sri Mulyani dikenal sebagai simbol disiplin fiskal dan kredibilitas di mata pasar global, sehingga penggantiannya jelas membawa risiko persepsi. Apalagi di saat beban bunga utang sudah menembus Rp553 triliun per tahun, serta defisit APBN berpotensi melebar akibat program belanja besar.
"Namun, Purbaya bukan figur sembarangan. Latar belakangnya sebagai ekonom Danareksa, pengalaman birokrasi lintas kementerian, dan kepemimpinannya di LPS yang berhasil menjaga stabilitas keuangan menunjukkan kapasitas teknokratiknya," katanya.
Ia mengatakan tantangannya adalah Purbaya harus segera membuktikan bahwa transisi ini bukan pelemahan disiplin fiskal, melainkan penyesuaian strategi agar lebih sinkron dengan agenda Presiden Prabowo yang ekspansif.
Rizal menyebut hal kritisnya adalah apakah Purbaya mampu menjaga keseimbangan antara tuntutan politik belanja besar dengan kebutuhan menjaga kredibilitas pasar.
"Jika berhasil, pergantian ini bisa dianggap tepat dalam konteks sinkronisasi politik-fiskal, tetapi jika gagal, maka risiko pelemahan rupiah, lonjakan yield SBN, dan menurunnya kepercayaan investor bisa menjadi konsekuensi serius bagi perekonomian," katanya.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan tidak mudah menjawab apakah di bawah Purbaya ekonomi Indonesia akan menjadi lebih baik.
Menurutnya, jawaban tidak bisa langsung dikatakan bisa atau tidak. Namun katanya, karena Purbaya bukan orang baru di dunia keuangan, maka patut diberi kesempatan mengatur keuangan negara.
"Pertama, saya kira Purbaya, sekalipun belum sekuat SMI (Sri Mulyani Indrawati) profilenya di pasar, akan tetap disambut positif oleh pasar," ujar Ronny.
Purbaya, kata Ronny, tercatat telah lama aktif di sektor keuangan nonperbankan, seperti saat menjabat di Danareksa. Rekam jejak ini menunjukkan bahwa Purbaya memahami dinamika baik sektor fiskal maupun moneter.
Kedekatannya dengan berbagai institusi keuangan, termasuk jaringan kuat di luar negeri, menjadi nilai tambah yang membuatnya tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Profilnya beda tipis dengan SMI, meskipun belum pernah di Bank Dunia. Selama di Danareksa, ia juga menjalin kerja sama dengan institusi keuangan Amerika kebanyakan," imbuhnya.
Menurut Ronny, alasan lain mengapa pasar tidak terlalu khawatir adalah karena Purbaya dianggap cocok dengan visi fiskal Prabowo yang cenderung ekspansif, namun tetap dalam kerangka kehati-hatian.
"Purbaya juga dianggap cocok oleh Prabowo mengemban tugas untuk mendukung pemerintahan dari sisi fiskal yang agak agresif tapi juga di sisi lain dianggap mampu untuk mengedepankan keamanan makroprudensial perekonomian nasional," jelasnya.
Latar belakang Purbaya di LPS menambah keyakinan bahwa ia akan menjaga stabilitas sektor keuangan nasional. Bahkan, Ronny menyebut Purbaya sebagai sosok yang bisa jadi jauh lebih baik dalam mengelola keuangan negara dibandingkan Sri Mulyani.
"Purbaya boleh jadi jauh lebih konservatif ketimbang SMI dari sisi fiskal, karena lebih mengutamakan stabilitas makroprudensial," terangnya.
Hal ini ia nilai penting mengingat ke depan tekanan fiskal akibat program-program besar Prabowo seperti makan siang gratis dan pembangunan infrastruktur baru akan meningkat.
Nah, dalam konteks ini dibutuhkan figur menteri keuangan yang mampu menjadi penyeimbang antara keinginan politik dan kemampuan fiskal.
Ronny mengakui pasar mungkin khawatir pergantian Sri Mulyani akan mengakibatkan perubahan drastis dalam arah kebijakan ekonomi. Ronny memandang bahwa itu tidak akan terjadi.
"Sekalipun terjadi pergantian dari Sri Mulyani ke Purbaya, secara makrofiskal platform ekonomi pemerintah tidak akan berubah," ujarnya.
Ia meyakini Purbaya akan melanjutkan kebijakan Sri Mulyani dalam menopang program utama pemerintah dengan tetap menjaga defisit anggaran dalam batas aman.
Dengan kata lain, tidak akan ada lonjakan risiko fiskal yang signifikan. Ini memberi sinyal kuat kepada pelaku pasar dan investor bahwa arah kebijakan masih predictable dan dalam kontrol.
"Purbaya akan tetap menjaga defisit berada di bawah 3 persen, meskipun berkemungkinan akan mepet ke angka 3 persen jelang akhir tahun, karena kebutuhan untuk belanja pembiayaan program-program unggulan Prabowo," tutur Ronny.
Dari kacamata pasar, reaksi atas nama Purbaya memang belum eksplosif. Namun menurut Ronny, sikap wait and see yang diambil pelaku pasar bukan karena ketidakpercayaan, melainkan lebih karena kehati-hatian alami dalam merespons figur baru.
"Pasar akan wait and see, tapi juga tidak akan terlalu reaktif menyikapi pergantian ini. Karena Purbaya akan dianggap tak terlalu jauh berbeda dengan Sri Mulyani di satu sisi dan cukup predictable dari sisi kebijakan di sisi lain," kata Ronny.
Di sisi lain, ia juga menilai penunjukan Purbaya merupakan bentuk kehati-hatian dari Presiden Prabowo dalam memilih sosok yang akan mengawal kas negara.
"Langkah pengangkatan Purbaya ini menunjukkan bahwa Prabowo juga sangat hati-hati soal siapa Menkeunya. Tidak mendadak menaikkan salah satu Wamenkeu begitu saja," terang Ronny.