Bos Pajak Larang Eks Pegawai DJP Jadi Konsultan Pajak Selama 5 Tahun
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto melarang mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi konsultan pajak selama lima tahun setelah mengundurkan diri.
Pasalnya, mantan pegawai itu masih memiliki data-data negara yang tersimpan di perangkat kerja mereka.
"Di HP, di tablet, di kepala, di laptop, di kantor tuh ada komputer yang stand alone, PC, itu ada data negara yang rahasia," ujar Bimo dalam media gathering di Denpasar, Bali, Selasa (25/11).
Bimo khawatir data-data negara tersebut disalahgunakan mantan DJP yang menjadi konsultan pajak. Ia tak ingin hal tersebut terjadi.
"Itu enggak dipahami selama ini. Sebagai bagian dari conflict of interest. Sebagai bagian dari data yang ada konsekuensi pidana atas penyalahgunaannya," katanya.
"Maka itu kebijakan ini. Kami kompromikan. Akhirnya kita ambil. Toh tidak melanggar hak asasi juga. Karena apa? Ketika keluar, ya masa tunggu lah. Kenapa? Ya sepanjang data itu ada, itu 5 tahun. Lima tahun masa kadaluarsanya," kata Bimo.
Sebelumnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Bimo mengatakan ia menemukan pelanggaran etik di internal DJP dengan modus persekongkolan antara pegawai DJP dengan konsultan maupun wajib pajak itu sendiri.
Persekongkolan itu biasanya dilakukan oleh para pegawai DJP yang ingin mengajukan resign atau pengunduran diri, untuk menjadi bagian konsultan atau tim pajak wajib pajak tertentu. Namun Mereka masih memiliki data-data negara yang bisa digunakan sebagai celah fraud.
"Jadi ditengarai memang ada persekongkolan antara petugas pajak, kemudian konsultan yang kurang baik dengan wajib pajak," kata Bimo.
Bimo mengaku telah menyiapkan kebijakan khusus dalam bentuk pemberlakuan masa tunggu 5 tahun bagi pegawai pajak yang ingin mengajukan resign.
"Karena mereka-mereka yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak ini harus menjaga independensinya. Tidak boleh ada conflict of interest, apalagi hubungan-hubungan istimewa dengan intermediaries," papar Bimo.
(fby/sfr)