KPPU Soroti Urgensi Modernisasi Hukum Persaingan Usaha di Era Digital

*** | CNN Indonesia
Senin, 15 Des 2025 15:17 WIB
Seperempat abad telah berlalu sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan.
Jakarta, CNN Indonesia --

Seperempat abad telah berlalu sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Selama kurun waktu tersebut, lanskap ekonomi Indonesia telah bermetamorfosis drastis, dari perdagangan konvensional berbasis aset fisik menuju ekosistem digital yang cair, cepat, dan terintegrasi.

Di sisi lain, fondasi hukum yang menjaga persaingan usaha di negeri ini belum mengalami pembaruan substantif. Kesenjangan antara regulasi lawas dan realitas pasar baru ini menjadi alarm bagi daya saing nasional.

Urgensi tersebut menjadi sorotan utama dalam Diskusi Publik bertajuk "Modernisasi Kebijakan Persaingan Usaha untuk Daya Saing" yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama PROSPERA di Jakarta pada Jumat (12/12). Forum ini bukan sekadar perayaan 25 tahun perjalanan KPPU, melainkan langkah strategis merumuskan peta jalan baru bagi ekonomi Indonesia.

Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa (Ifan) dalam sambutannya menegaskan bahwa persaingan usaha yang sehat adalah prasyarat mutlak bagi fondasi ekonomi nasional. Namun, tantangan hari ini diakui jauh lebih kompleks dibandingkan dua dekade lalu.

"Indonesia tengah bertransformasi besar. Kita melihat platform digital kini memegang peran ganda, sebagai penyedia pasar (marketplace) sekaligus sebagai pelaku usaha yang berdagang di dalamnya," ujar Ifan.

Ia menjelaskan, kondisi ini memicu risiko persaingan yang belum terakomodasi dalam UU No. 5/1999, seperti perilaku antipersaingan berbasis data, diskriminasi algoritmik, hingga dominasi pada pasar dua sisi (two-sided market). Tanpa regulasi yang adaptif, inovasi dapat terhambat dan pelaku usaha baru akan kesulitan menembus pasar yang dikuasai raksasa teknologi.

Kekhawatiran KPPU ini bukan tanpa dasar. Berbagai tinjauan internasional, mulai dari UNCTAD (2009), OECD (2021), hingga indikator World Bank B-Ready dan survei ekonomi OECD 2024 menunjukkan lampu kuning bagi Indonesia.

Kinerja persaingan usaha nasional dinilai masih perlu pembenahan serius. Kelemahan regulasi ini berdampak sistemik, yakni menahan laju inovasi, menciptakan inefisiensi pasar, dan pada akhirnya, merugikan konsumen.

Menjawab tantangan itu, Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha memaparkan bahwa PROSPERA telah menyusun empat buku penting bagi KPPU sebagai bahan diskusi saat kegiatan. Keempat buku tersebut meliputi Capaian dan Tantangan Dua Puluh Lima Tahun Undang-Undang Persaingan Usaha; dan Analisis Kesenjangan Regulasi Persaingan Usaha antara UU No. 5/1999 dan Standar Internasional.

Buku ketiga adalah Memodernisasi Hukum Persaingan Usaha Indonesia untuk Ekonomi Digital; dan terakhir, Persaingan Usaha, Konsumen Sejahtera, Ekonomi Efisien & Inovatif. Keempat dokumen ini, yang mencakup analisis kesenjangan regulasi hingga strategi ekonomi digital, diharapkan menjadi cetak biru modernisasi hukum persaingan usaha.

Diskusi publik ini menghadirkan perspektif komprehensif dari para begawan ekonomi dan hukum, antara lain Prof. Ningrum Natasya Sirait selaku Guru Besar Hukum USU; Prof. Mohamad Ikhsan sebagai Guru Besar FEB UI); Carlo Agdamag dari Access Partnership; dan Dr. Titik Anas dari PROSPERA.

Para pakar sepakat bahwa implementasi hukum persaingan usaha telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan, dan pentingnya netralitas persaingan (competition neutrality) sebagai prinsip utama untuk mencapai efisiensi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, adopsi standar internasional dari OECD dan UNCTAD, serta transformasi regulasi persaingan usaha di era digital disebut krusial agar iklim usaha Indonesia kompetitif di mata investor global.

Menutup forum, KPPU menegaskan komitmen untuk tidak hanya menjadi wasit yang menghukum, tetapi juga mitra pemerintah dalam menyusun kebijakan ekonomi yang inklusif. Di tengah visi menuju Indonesia Emas 2045, pembaruan UU No. 5/1999 menjadi keharusan mendesak demi menjaga pasar yang adil, efisien, dan menyejahterakan rakyat.

(***/***)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER