Jakarta, CNN Indonesia -- Kota Solo menawarkan eksotisme tersendiri bagi siapa saja yang mengunjunginya. Apalagi jika kita mau menyelami lebih dalam kota kecil di pinggir Sungai Bengawan Solo. Jadi makin seru bila berkesempatan menyantap makanan khas lokal yang mulai langka.
Salah satu makanan yang terbilang langka yaitu telo kacang sambal (TKS). Bila nasi liwet, cabuk rambak, gudeg ceker sudah dikenal banyak orang, lain halnya dengan TKS. Belum banyak orang yang mengenalnya, termasuk wong Solo sendiri.
Tempat yang spesifik menyajikannya yaitu Warung TKS di daerah Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Solo. Tepatnya di Jalan Untung Suropati, di belakang pusat grosir Beteng Trade Center. Tak ada papan petunjuk. Hanya ada spanduk putih polos yang sudah usang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dimakan di sini apa dibungkus, Nak?” Mbah Atun, sang penjual, bertanya dengan logat Jawa khas. Meski usianya tak lagi muda, tangan keriput Mbah Atun masih cekatan meracik pesanan.
 Mbah Atun penjual telo kacang sambal yang langka (CNN Indonesia/Donatus Fernanda Putra) |
Tak berapa lama, telo kacang sambal sudah selesai diracik.
Kesan pertama melihat penganan ini: alangkah sederhana. Keripik singkong dan kacang tanah goreng disiram sambal kental berwarna kecokelatan. Sesederhana warung Mbah Atun yang dilengkapi dua meja kayu yang mulai lapuk dan tiga kursi saja.
Keripik singkongnya manis. Kacang tanah gorengnya gurih dan tidak gosong. Yang membuat spesial adalah sambal yang menyatukan keripik dan kacang tanah ini. Sambalnya terasa manis dan pedas. Sekilas mirip sambal rujak tetapi lebih kental dan lebih pedas.
Untuk membuat sambal ini, Mbah Atun mengatakan hanya mau menggunakan gula merah kelas satu alias yang berkualitas paling bagus. Menurutnya, kalau tidak memakai gula merah kelas satu rasa sambalnya kurang mantap.
Menikmati sajian langka ini sembari menyimak cerita Mbah Atun tentang sejarah TKS. Awalnya makanan ini tercipta dari keisengan cucu Mbah Atun. “Waktu itu pas hujan, cucu saya goreng keripik singkong, kacang, dan bikin sambal buat camilan,” ujar Mbah Atun.
Lalu, si cucu mengusulkan agar camilan ini didagangkan, dan Mbah Atun pun setuju. Tak terasa, kini sudah 33 tahun Mbah Atun berjualan TKS. Meski tak setenar kuliner Solo lainnya, ternyata TKS cukup laris manis. Harganya murah, hanya Rp 4 ribu.
Tak kurang dari empat kilogram keripik singkong dan satu kilogram kacang tanah diolah setiap harinya oleh Mbak Atun. Dan selalu ludes, diborong pelanggannya, dari anak sekolah, tukang becak, juga warga yang tinggal di sekitar warung.
Saban melihat pelanggannya kepedasan, Mbah Atun segera menawarkan penawar (tombo) pedas: kerupuk karak atau kerupuk nasi. “Ini Nak, buat tombo pedas. Gratis,” tuturnya sembari senyum. Shh, jadinya malah ingin tambah lagi dan lagi!