BANGGA INDONESIA

Dianggap Aneh karena Cinta Indonesia

CNN Indonesia
Selasa, 28 Okt 2014 14:16 WIB
Kebanggaan terhadap Indonesia tidak hanya dirasakan oleh masyarakat pribumi. Meski tak lahir di Bumi Pertiwi, warga asing pun mengaku sangat cinta Indonesia.
Warga asing yang cinta Indonesia (CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah kegandrungan masyarakat Indonesia pada musik K-Pop, empat pemuda asal Korea Selatan justru jatuh cinta pada Negeri Khatulistiwa. Lee Youngil, Hwang Dohyeon, Lim Hyunsan, dan Park Inhyeok menamakan diri mereka Kindonesia.

Rasa cinta itu mereka wujudkan lewat video-video lucu tentang budaya Indonesia, yang diunggah ke YouTube. Dalam wawancara dengan CNN Indonesia Lee menuturkan, ia sering dianggap aneh karena cinta Indonesia. “Mereka pikir saya aneh karena memilih menetap di Indonesia,” katanya.

Teman-temannya di Korea beranggapan Indonesia lebih tertinggal dibanding Negeri Ginseng. Maka, tidak masuk akal saat Lee memilih berdomisili di Indonesia, meski hanya selama beberapa tahun. Meski dicap demikian, Lee tak peduli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Terserah mereka, saya coba buat Kindonesia supaya mereka tahu, seperti apa Indonesia,” tuturnya.
Di mata orang Indonesia, Lee dkk mungkin juga dianggap aneh. Sebab, mereka anomali. Di tengah maraknya musik K-Pop, Lee justru mengaku lebih suka mendengarkan musik Indonesia.

Ia memilih mendengarkan NOAH, Geisha, atau Nidji. Lee bahkan berpendapat demam K-Pop di Indonesia terlalu berlebihan. “Mungkin karena K-Pop sedang booming saja, makanya lebih terkenal,” ujar pria yang suka mengenakan topi itu.

Gemar naik angkot

Lain Kindonesia, lain lagi Robin Dutheil. Pria asal Perancis yang sudah lima tahun tinggal di Indonesia itu dianggap aneh karena hafal rute-rute angkutan kota di Jakarta. Ia sering ditelepon atau dikirimi pesan teks hanya untuk ditanya angkotan dari satu lokasi ke lokasi lain.

“Sering banget orang tanya, kalau dari tempat itu ke tempat yang lain naik angkutan apa, harus naik dari mana,” ujar Robin saat diwawancara CNN Indonesia, Selasa (28/10). Teman-teman kantornya pun sering menanyakan hal serupa. Robin dengan senang hati menjawab.

Ia tak pernah kehabisan jawaban karena dirinya sendiri gemar naik angkot. “Di Indonesia, saya ke mana-mana naik angkot,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang sangat fasih.

Keanehan itu akhirnya ditangkap kawan sekantornya di sebuah perusahaan Jepang. “Kenapa dia yang orang Jakarta, lahir dan bertahun-tahun tinggal di Jakarta, malah tanya ke kamu yang bule? Kamu kan baru beberapa tahun di Indonesia,” kata kawannya berkomentar.

Robin tidak merasa dirinya aneh atau melihat adanya ironi. Ia justru merasakan itu sebagai peluang. Dengan latar belakang teknologi yang dipelajarinya di Perancis, Robin menggagas Appaja, aplikasi angkutan Jakarta untuk warga Indonesia.

Ia membuat rute-rute perjalanan angkutan umum massal di Jakarta secara digital, agar bisa digunakan siapa saja yang membutuhkan.

Keanehan Robin tak cukup sampai di situ. Di antara masyarakat Indonesia yang masih banyak memilih golput saat pemilu, ia justru ingin sekali punya hak suara. Sayang, Robin masih WNA.

“Saya ingin sekali membawa suara saya untuk memilih presiden di Indonesia,” ujarnya berharap.

Diterjang rasisme

Sacha Stevenson, perempuan asal Kanada yang hobi berkreasi dengan video YouTube di Indonesia, tidak dianggap aneh. Justru ia yang merasakan keanehan, terutama soal rasisme Indonesia.

Diwawancara CNN Indonesia, Selasa (28/10) Sacha mengaku video-video kritik komedi yang dibuatnya menuai protes. “Banyak haters. Ada yang bilang, 'Ini bule ngapain, balik aja ke negeri asalnya'. Tapi 90 persen masih kasih komentar positif,” ia mengatakan.

Karena itu, Sacha mengeluhkan penerimaan masyarakat Indonesia. “Kalau bule ke Indonesia buat jalan-jalan, berjemur, disambut. Tapi kalau sudah mau hidup di sini, mau jadi bagian dari Indonesia, suka ribet. Ada stereotipe bule banyak duit, jadi apa-apa dinaikin harganya,” ujar Sacha lagi.

Stereotipe lain juga pernah ia terima, saat berpacaran dengan pria Indonesia. Sacha tak diperbolehkan bertemu orang tua kekasihnya, hanya karena dirinya bule. “Orang tuanya bilang, jangan sama orang asing. Padahal belum bertemu saya,” ucapnya bercerita.

Rasisme lain ia rasakan saat pilpres lalu. Sacha merasa, Joko Widodo mendapat banyak serangan rasis. Namun di sisi lain, masih banyak warga Indonesia yang menghormati bule. Jika membuat janji dengannya, orang-orang menjadi lebih tepat waktu.

“Ada rasisme yang bagus. Sedikit lucu ya,” ia mengatakan.

Diakui Sacha, rasisme tetap ada di mana-mana. Saat masih di Kanada, rasisme bahkan ditemui di sekolah-sekolah. “Ada imigran dari Italia, Arab, Somalia. Mereka dikucilkan,” tuturnya sedih.

Ia sendiri memaklumi rasisme di Indonesia, karena menyadari jumlah orang asing yang sedikit dibanding seluruh populasi yang mencapai 250 juta jiwa.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER