Jakarta, CNN Indonesia -- Cairan berwarna kuning mengalir dari tong kayu besar ke sebuah gelas transparan. Di akhir tetesannya, ada busa-busa putih yang mengambang di atasnya. Ribuan gelembung udara yang menempel di sisi gelas menjadi daya tarik tersendiri dalam minuman ini. Orang-orang mengenalnya sebagai bir.
Bir adalah minuman hasil fermentasi dari bahan-bahan berpati, misalnya gandum. Setelah difermentasi, bir tidak disuling sehingga alkoholnya tidak terlalu terasa di tenggorokan.
Dibandingkan wine, wiski dan lainnya, bir memiliki kandungan alkohol yang lebih rendah. Bir mengandung 4-5 persen saja. Sedangkan wine, memiliki kandungan alkohol berkisar 8-15 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut catatan sejarah, bir diperkirakan minuman fermentasi tertua yang pernah dibuat.
"Tidak ada yang tahu pasti kapan bir pertama kali diproduksi," kata Arie Susanto, Brewmaster (ahli racik bir) dari Paulaner Brauhaus kepada CNN Indonesia.
Ditambahkan dia, beberapa bukti sejarah membuktikan bahwa minuman ini telah menyertai perjalanan panjang peradaban manusia. "Prasasti tanah liat di Babilon, misalnya. Itu menjelaskan dengan rinci resep pembuatan bir di tahun 4.300 Sebelum Masehi," katanya. "Selain itu, bir juga telah dibuat oleh bangsa Tiongkok kuno, Asiria, dan Inka."
Bir sebagai obatKegunaan bir kini sudah mengalami pergeseran budaya. Di masa kini, banyak orang yang menyalahgunakan alkohol untuk mabuk-mabukan. Padahal, di zaman dulu bir disinyalir dibuat sebagai minuman obat.
Kegunaan bir sebagai minuman obat, kata Arie melanjutkan, terlihat dari tulisan di Mesir kuno yang diduga dibuat pada tahun 1600 Sebelum Masehi.
"Tulisan Mesir ini berisi tentang 100 resep pengobatan dengan menggunakan bir," ujar lulusan Beer Engineering di Technische Universitat Munchen, Jerman ini.
Selain itu, sebuah resep kuno yang sudah berusia tiga milenium yang ditemukan di kuil matahari Ratu Nefertiti. Resep ini pernah digunakan oleh New Castle Brewery di Inggris dan dijadikan 1000 botol bir yang diberinama Tuthankhamun Ale.
Resep ini ditemukan ketika arkeolog, Barry Kemp menggali makam sang Ratu Mesir di tahun 1990. Saat menggali, ia menemukan 10 ruang pembuatan bir yang terkubur di bawahnya. Masing-masing ruang diketahui meninggalkan jejak residu bir.
Bir dari resep asli sang ratu awalnya dijual dengan harga US$ 7.686 (sekitar Rp 93 juta). Namun lama-lama harganya turun drastis menjadi US$ 75 atau sekitar Rp 907 ribu per botol.
Industri bir komersil"Produksi bir untuk tujuan komersil pertama kali tercatat pada tahun 1200-an di sebuah tempat yang sekarang ini masuk ke dalam wilayah negara Jerman," ujarnya.
Namun, industri ini mulai berkembang sekitar tahun 1506. Di tahun tersebut, pemerintah Jerman mengeluarkan sebuah undang-undang yang mengatur kemurnian bir, dan pembotolan bir mulai diterapkan pada tahun 1605. Sampai sekarang, industri bir di Jerman berkembang sangat pesat.
"Untuk jenis bir-nya sendiri ada lebih dari 100 jenis. Sedangkan resepnya, bisa ada ribuan jenis," ucap Arie.
Secara umum, bir hanya terbuat dari empat bahan utama, yaitu ragi, tanaman hop, gandum, dan air. "Takarannya tergantung dari masing-masing resep yang ingin dipakai," katanya menambahkan.
Takaran bahan-bahan nantinya akan menentukan kenikmatan, aroma, rasa, dan kekuatan alkohol yang terkandung dalam bir. Resep ini pulalah yang menentukan lamanya masa fermentasi bir. "Fermentasi bir rata-rata 3-4 minggu," katanya.
Dalam perkembangannya, resep bir mengalami beberapa modifikasi. Akan tetapi, industri bir di Jerman masih tetap bertahan dengan penggunaan empat bahan tersebut. "Di Jerman hanya boleh ada empat bahan ini, tidak kurang, tidak lebih. Hal ini diatur oleh undang-undang di sana," ucap pria yang memiliki panggilan
the beer doctor ini.