Jakarta, CNN Indonesia -- Telepati merupakan hal yang berangkat dari fiksi ilmiah. Namun, apa jadinya jika otak manusia dapat langsung berinteraksi satu sama lain tidak melalui bahasa? Ide ini tidak terlalu jauh dari telepati, para peneliti dari University of Washington sukses mereplikasi komunikasi langsung otak ke otak antara manusia.
Dalam demonstrasi di awal tahun lalu, seorang peneliti berhasil mengirim sinyal otak melalui internet untuk mengontrol gerakan tangan peneliti lain. Sekarang, dalam studi yang lebih komprehensif, para peneliti berulangkali mampu mengirimkan sinyal dari otak seorang manusia melalui internet. Sinyal tersebut digunakan untuk mengontrol gerakan tangan orang lain dalam sepersekian detik.
Seperti dilaporkan dari laman
Huffingtonpost penelitian tersebut menguji tiga pasang peserta, masing-masing dengan satu pengirim dan penerima. Mereka duduk di bangunan terpisah di kampus Washington, terpisah jarak satu setengah mil. Mereka tidak mampu berinteraksi satu sama lain, kecuali untuk berhubungan antara otak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inilah yang terjadi, seorang peserta yang menjadi sang pengirim dihubungkan ke mesin electroencephalography. Mesin tersebut bertugas untuk membaca aktivitas otak dan mengirimkan denyut elektrik lewat internet ke 'si penerima'.
Si penerima memiliki stimulasi magnetik kumparan transkranial yang ditempatkan di dekat bagian otak yang mengontrol gerakan tangannya. Dengan teknologi tersebut, pengirim dapat membuat perintah untuk memindahkan tangan penerima hanya dengan berpikir tentang gerakan tangan.
Membantu proses pemulihan otakPengirim memainkan permainan komputer di mana dia harus mempertahankan kota dengan menembakkan meriam. Dia terus berpikir tentang menembakkan meriam pada berbagai interval sepanjang permainan.
Sinyal otak 'menembak' dikirim melalui internet menuju langsung ke otak penerima, yang tangannya menyentuh panel yang memungkinkan si pengirim menembakkan meriam.
"Studi baru menemukan adanya paradigma interaksi otak ke otak. Demonstrasi awal tersebut semakin dekat dengan teknologi penyampaian gelombang otak," kata salah satu penulis studi tersebut Andrea Stocco, peneliti di UW' Institute for Learning & Brain Sciences menyampaikan dalam sebuah pernyataan. "Kami telah mereplikasi metode kami, dan melihat keberhasilan pada para partisipan.
Keakuratan antara pasangan berkisar 25-83 persen, dengan kesalahan utama disebabkan karena kegagalan pengirim untuk mengeksekusi secara akurat perintah menembak, bukan disebabkan perangkat kerasnya.
Tim UW menerima hibah US$ 1 juta atau sekitar Rp 12 miliar untuk melakukan riset lanjut tentang dekoding dan pengiriman proses otak yang lebih kompleks. Riset tersebut dapat memperluas jenis-jenis informasi yang dapat dikirim dari satu otak ke otak lainnya.
Para peneliti percaya bahwa mungkin suatu hari nanti akan ada aplikasi terapi potensial untuk orang dengan cedera atau gangguan otak. "Kami percaya bahwa mengeksplorasi gagasan Anda dapat membantu proses pemulihan otak dengan transmisi gelombang otak yang sehat untuk otak yang telah rusak adalah layak," kata Stocco.
Aplikasi untuk kesehatan otak masih jauh diterapkan. Namun, menurut Chantel Prat dari UW Institute for Learning & Brain Science penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal
Plos ONE tersebut adalah langkah besar menuju pengobatan individu dengan kerusakan otak.