Jakarta, CNN Indonesia -- Petty Elliott tak pernah mengenyam pendidikan formal memasak. Tapi dimulai dari menulis buku tentang makanan, kini Petty Elliott dikenal sebagai koki Indonesia.
Petty mengaku merasa grogi saat dirinya dinyatakan sebagai koki, karena pada dasarnya ia tidak mengenyam pendidikan masak layaknya koki-koki lainnya. Tapi kini terhitung sudah 10 tahun ia mempromosikan masakan Indonesia melalui tulisan, kelas masak, kerja sama dengan koki internasional, dan juga beberapa resort di Indonesia tentang masakan modern Indonesia.
“Saya merasa grogi dipanggil chef, karena saya cuma penulis makanan. Tapi rekan chef lainnya dan media mengatakan bahwa saya telah melakukan banyak hal sehingga pantas disebut sebagai chef,” kata Petty, saat ditemui dalam acara konferensi pers Frankfurt Book Fair di Jakarta, Rabu (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Frankfurt Book Fair yang berlangsung 8 sampai 11 Oktober, buku Petty berjudul ‘Papaya Flower’ laris terjual. Buku ini berisi tentang masakan Manado.
Selain membawa bukunya ke Frankfurt Book Fair, Petty juga melakukan demo masak bersama beberapa koki Indonesia lainnya di sana. Petty mengaku masakan Indonesia disambut baik di sana dan banyak yang ingin mencoba makanan Indonesia. “Ada yang bilang pedas, ada yang bilang tidak,” ujar Petty bercerita.
“Di sana orang-orang Jerman khususnya orang-orang Frankfurt sangat terbuka, tanggapannya sangat baik,” katanya lagi.
Petty yang sering mempromosikan masakan Indonesia dengan metode ‘
modern twist’, yaitu metode masak yang sehat, tidak banyak menggunakan minyak, lebih natural, dan juga tidak menggunakan MSG.
Baginya makanan adalah sesuatu yang universal. “Makanan itu bisa kita jadikan teman, padahal kita belum berteman,” katanya. Melalui makanan, seseorang dapat belajar tentang budaya dari asal makanan tersebut. Petty dan koki Indonesia lainnya juga belajar tentang budaya Jerman melalui makanan mereka saat berada di sana.
Maka itu, pada buku selanjutnya yang berjudul ‘Jakarta’, Petty akan mengenalkan makanan Betawi dan juga makanan jalanan di Jakarta.
“Di Jakarta itu banyak makanan enak, tapi masalahnya adalah makanan kita tidak dikenal oleh wisatawan asing. Dibandingkan dengan Thailand, Malaysia seperti masakan Penang. Tidak ada wisatawan asing yang datang ke sini khusus mencari makanan Jakarta.”
Ia memiliki harapan, dengan terbitnya buku ini makanan Betawi dan makanan jalanan Jakarta akan lebih dikenal, serta membuat wisatawan asing sadar bahwa makanan Jakarta itu enak. Tidak hanya itu, Petty juga berharap bahwa pemerintah dapat lebih mendukung penjual makanan jalanan agar Jakarta menjadi destinasi untuk kuliner.
“Agar orang-orang ke Jakarta itu mencari makanan, tidak ke Singapura atau ke Bangkok saja,” ujar Petty.